Nurul, Si Gadis Kecil - Cerpen
Nurul, Si Gadis kecil - Cerpen

Sumber gambar google.com diedit oleh Hermansyah
"Kok Adik kecil tidak ikut makan?" bertanya seorang lelaki kepada gadis kecil yang duduk di sampingnya ketika ia sedang asyik menikmati sarapan di warung Bu Wiwi, warung nasi sederhana di seberang sebuah sekolah di mana ia sering makan untuk sarapan. Gadis kecil itu mengenakan kaus olahraga berwarna putih dengan warna biru di bagian lengannya, dan di punggung kausnya tertera tulisan nama sebuah Sekolah Dasar Negeri. Gadis kecil itu datang bersama dua orang temannya yang duduk di sampingnya dan kini sedang asyik menikmati nasi beserta lauknya. Gadis kecil itu duduk membelakangi meja warung, matanya yang bening menatap ke arah sekolah, kedua tangannya memegangi tepian bangku sedangkan kedua kakinya diayun-ayunkan.
"Masih kenyang, tadi saya sudah makan, Bang," jawabnya.
Lelaki itu menghentikan makannya, lalu ia memperhatikan tingkah si gadis kecil yang ada di sampingnya, dan kembali ia bertanya, "Benar nih, Adik kecil sudah makan?"
"Benar, Bang. Saya sudah makan dan masih kenyang," jawabnya kali ini dengan menundukkan kepala dan memainkan jari jemari tangannya, sedang kedua kakinya tak lagi diayun-ayunkan.
Dari mimik wajah dan gerak tubuhnya, lelaki itu tahu bahwa gadis kecil yang ada di sampingnya itu berbohong. Lalu dia memanggil ibu penjaga warung, "Bu Wiwi, nasi sepiring lagi, sama ayam dan tempe gorengnya sepotong."
"Ayamnya dada atau paha?" tanya Bu Wiwi.
"Dada saja, Bu."
Tak lama kemudian.
"Ini nasinya, Man," ucap Bu Wiwi sambil memberikan sepiring nasi beserta lauknya kepada lelaki yang tadi memesannya.
Lelaki itu mengambil sepiring nasi yang diberikan ibu penjaga warung, kemudian sepiring nasi beserta lauknya itu diberikannya kepada gadis kecil yang ada di sampingnya.
"Ini makanlah. Abang tau kalau Adik kecil belum makan."
Gadis kecil itu tidak mengambil sepiring nasi beserta lauknya yang diberikan oleh lelaki itu. Dia hanya menatap lelaki itu sebentar, kemudian kembali menunduk dan memainkan jari jemarinya.
Lelaki itu menggeser sedikit duduknya, agak merapat ke tubuh gadis kecil itu. Kemudian, ia mengusap lembut rambut di atas kepala gadis kecil itu dan berkata, "Makanlah, jangan takut, nanti abang yang akan membayarnya. Apa Adik kecil tidak suka ayam sama tempe, atau mau menggantinya dengan lauk yang lain?"
Mendapatkan usapan lembut di kepalanya, gadis kecil itu merasakan seperti mendapatkan belaian lembut dan kasih sayang seorang bapak. Ia pun menjawab, "Suka, saya suka ayam sama tempe, Bang."
"Nah, kalau begitu makanlah ini atau mau abang suapkan?"
"Nggak usah, Bang. Saya bisa makan sendiri, Bang."
Kemudian, gadis kecil itu mengambil sendok dari piring yang dipegang oleh lelaki itu. Ia menyendok nasi yang ada di piring dan menyuapkannya ke dalam mulutnya. Sambil mengunyah nasi di dalam mulutnya, gadis kecil itu menatap lelaki itu. Sorot mata yang bening dan penuh kegembiraan dilihat oleh lelaki itu terpancar dari mata si gadis kecil.
"Nah, sekarang makanlah ini."
Lelaki itu lalu memberikan sepiring nasi yang dipegangnya itu kepada si gadis kecil. Gadis kecil itu pun menerimanya dan meletakkan sepiring nasi itu di meja. Kemudian dia mengubah posisi duduknya kini menghadap ke meja, lalu mulailah menyantap nasi beserta lauknya yang ada di depannya.
"Anak pintar," ucap lelaki itu sambil kembali mengusap lembut rambut di kepala si gadis kecil.
Lelaki itu kemudian memesan segelas teh manis hangat untuk si gadis kecil, setelah itu barulah ia melanjutkan makannya yang tadi tertunda. Di sampingnya, ia melihat si gadis kecil dilihatnya makan begitu lahap. Sesekali gadis kecil itu berhenti sebentar untuk menatapnya.
"Pelan-pelan saja, jangan buru-buru makannya nanti keselak."
Gadis kecil itu mengangguk.
Selesai makan, lelaki itu bertanya kepada ibu penjaga warung, "Semuanya jadi berapa, Bu?"
"Tadi makannya sama apa aja, Man?"
Lelaki itu menyebutkan apa saja yang tadi dimakannya, termasuk yang dimakan gadis kecil di sampingnya.
Baca juga : Dia Yang Sudah Lama Tertidur
Ibu Wiwi menyebutkan total harga yang harus dibayar dan lelaki itu pun membayarnya. Sebelum beranjak, lelaki itu berkata kepada ibu penjaga warung, "Bu, saya titip Adik kecil ini. Kalau dia datang dan memesan makanan, beri saja, lalu catat dan hitung jumlahnya. Nanti semuanya akan saya bayar."
Si ibu penjaga warung mengangguk.
"Ibu percayakan sama saya?"
"Iya, Ibu percaya sama kamu, Man."
Lelaki itu berkata kepada gadis kecil yang ada di sampingnya yang sedang asyik menyantap makanan, "Adik kecil, kalau Adik lapar, minta saja makan pada Ibu Warung. Terserah Adik mau makan apa, nanti akan diberikan oleh Ibu Warung."
Si gadis kecil menganggukkan kepalanya untuk mengiyakan karena mulut kecilnya masih penuh dengan nasi.
"Sekarang abang pergi dulu."
"Iya, dan terima kasih, Bang. Nama saya Nurul, Bang," gadis kecil itu menjawab setelah mulut kecilnya tak lagi penuh dengan nasi.
"Nurul, nama yang cantik."
Sebelum pergi, lelaki itu kembali mengusap lembut rambut si gadis kecil yang bernama Nurul itu sambil berkata, "Belajarlah yang pintar agar menjadi anak kebanggaan orang tua. Sekarang Abang pergi dulu dan ingat pesan Abang, kalau Nurul lapar, minta saja makan ke Ibu Warung."
"Iya, Bang."
Lelaki itu pun berjalan pergi meninggalkan Nurul yang sedang makan bersama dua orang temannya.
**********
Kurang lebih tiga tahun berselang, di Senin pagi awal Agustus, seorang lelaki terlihat berjalan ke sebuah warung nasi tempat dia dan Nurul sering sarapan bersama. Sesampainya di warung nasi tersebut, lelaki itu duduk dan memesan sepiring nasi beserta lauknya dan juga segelas teh manis hangat kepada Ibu Wiwi, si penjaga warung.
"Tumben dia belum nongol; biasanya jam segini, selesai upacara dia datang kemari," ucap lelaki itu dalam hati.
Sambil menunggu pesanannya dibuatkan oleh Bu Wiwi, lelaki itu memutar duduknya. Kini dia duduk membelakangi warung dan menghadap ke sekolah tempat Nurul sekolah. Diperhatikannya murid-murid yang keluar dari dalam sekolah satu per satu, tapi dia tidak melihat Nurul ada di antara mereka. "Apakah dia hari ini tidak masuk sekolah? tapi tidak mungkin, dia itu yang anak yang rajin selalu, masuk kecuali sakit. Lalu kenapa dia belum nongol?" Lelaki itu kembali berkata dalam hati.
"Ini nasinya, Man," ucap Ibu Wiwi.
Lelaki itu kembali mengubah duduknya, lalu mengambil sepiring nasi yang diberikan oleh Bu Wiwi. Sebelum makan, dia bertanya kepada Bu Wiwi tentang Nurul yang kini belum terlihat.
"Gimana kabarnya Nurul, Bu. Tumben hari ini, dia belum datang?
"Nurul sudah tidak makan di sini lagi. Dia sudah lulus dan sekarang dia meneruskan sekolahnya di kampungnya, Man. Oh ya, ada titipan dari Nurul buat kamu, Man. Sebentar Ibu ambilkan," Bu Wiwi kemudian masuk ke dalam rumah.
Lelaki itu kaget mendengar jawaban dari Bu Wiwi. Waktu berjalan begitu cepat. Ketika pertama kali ia bertemu dengan Nurul, si gadis kecil, Nurul baru kelas empat. Sekarang dia sudah lulus. Hampir tiga tahun tidak terasa.
Si ibu mengambil sebuah amplop putih tertutup dari dalam rumah, lalu memberikannya kepada lelaki itu. Lelaki itu mengambil amplop yang diberikan Bu Wiwi kepadanya dan menyimpannya di saku bajunya. Kemudian, ia pun langsung menyantap sepiring nasi yang tadi dipesannya.
Selesai makan, lelaki itu mengambil kembali amplop yang tadi disimpan di saku bajunya. Ia memperhatikan amplop itu dan membolak-baliknya. Ia tidak melihat tulisan apa pun di amplop itu. Lelaki itu lalu membuka amplop tersebut. Di dalamnya hanya ada selembar kertas buku bergaris yang terlipat. Ia membuka lipatan kertas itu dan dia mendapatkan tulisan yang kemudian dibacanya.
Terima kasih atas semua yang telah Abang berikan kepada Nurul. Maaf Nurul belum bisa membalasnya, tetapi Nurul akan selalu ingat semua yang telah Abang berikan kepada Nurul. Setelah lulus, Nurul melanjutkan sekolah di kampung dan tinggal bersama nenek. Sebelum Nurul pulang ke kampung, Nurul menunggu Abang untuk pamit, tapi beberapa hari Nurul menunggu Abang tidak datang-datang. Akhirnya Nurul menulis surat ini dan menitipkannya ke Ibu Wiwi untuk diberikan kepada Abang. Nurul lulus dengan nilai bagus dan mendapat peringkat enam, sebenarnya Nurul ingin melanjutkan sekolah di sini agar selalu bisa bertemu dengan Abang, tapi ibu menyuruh Nurul melanjutkan sekolah di kampung saja. Nurul sedih berpisah dengan Abang, dan tidak tahu apakah Nurul bisa bertemu kembali dengan Abang. Percayalah, Nurul tak akan melupakan semua kebaikan Abang, dan Nurul hanya bisa membalas semua kebaikan Abang dengan doa.
Salam dari si Adik kecil
Nurul.
Tamat
Baca juga: Antara Cinta Dan Sahabat