Dara, Gadis Dunia Maya (#3) - Cerbung

Dara, Gadis Dunia Maya (#3) - Cerbung




dara,gadis dunia maya (#3) - cerbung
Sumber gambar google.com diedit oleh Hermansyah


Aku dan Arief kembali tertawa ngakak, sampai-sampai semua yang tertidur terbangun oleh suara tawa kami berdua. Sementara ibunya Arief hanya geleng-geleng kepala. Untungnya ketika mereka semua terbangun, perjalanan hampir sampai, hanya tinggal beberapa ratus meter saja, dan mereka tak melanjutkan tidurnya kembali.

Tak lama kemudian Arief menghentikan mobil yang dikemudikannya tepat di depan sebuah rumah yang cukup besar dengan halaman yang luas dan tanpa pagar pembatas.

"Nah kita sudah sampai, selamat datang di Banjarnegara, Man," ucap Arief sambil mematikan mesin mobilnya.

Aku mengambil tasku yang kutaruh di dashboard mobil lalu membuka pintu dan keluar dari mobil. Tubuhku langsung disambut hawa dingin. Ketika aku melihat jam yang melingkar di pergelangan tangan kiriku, ternyata hampir pukul setengah empat pagi. Sebelum melangkah menuju rumah, kuhirup napas dalam-dalam untuk menikmati segarnya udara di pedesaan pada dini hari.

"Man, ayo masuk. Kita istirahat di dalam aja, di luar udaranya dingin, Man," ucap Arief sambil melangkah menuju rumah.

Memang udaranya terasa dingin bukan hanya dingin, bahkan teramat dingin. Apalagi bagiku yang sudah terbiasa tinggal di kota yang panas. Aku pun berjalan menuju rumah mengikuti Arief dan masuk untuk beristirahat.

Di dalam rumah aku melihat kedua orang tua Arief sedang duduk mengobrol di ruang tamu dengan seorang wanita yang usianya lebih muda dari mereka. Sementara itu, Eni dan adik perempuan Arief tidak terlihat, mungkin keduanya sudah beristirahat di salah satu kamar yang ada di dalam rumah. Wanita yang menemani kedua orang tua Arief mengobrol itu sepertinya masih kerabat dekat, dilihat dari raut wajahnya dia mirip dengan ibunya Arief. Aku pun menyalaminya, Ibu Arief kemudian memperkenalkannya dan mengatakan kalau dia adalah adik kandungnya.

Saat aku hendak duduk di salah satu bangku kosong yang ada ruang tamu, Arief menahanku dan mengajakku beristirahat di dalam kamar begitu pula dengan orang tua Arief, mereka juga menyuruhku untuk beristirahat di kamar bersama Arief Karen mereka tahu kami belum tidur semalaman.

Aku mengikuti Arief menuju sebuah kamar. Sesampainya di depan pintu, aku tak langsung masuk, melainkan memerhatikan sejenak isinya. Di dalam kamar, aku melihat sebuah tempat tidur berukuran sedang yang ditutupi seprai biru, dengan sepasang bantal dan satu guling di atasnya. Ada pula sebuah lemari kayu berdaun dua, sebuah meja kecil, dan sebuah bangku kayu. Meja kecil itu sepertinya meja belajar. Di atasnya kulihat tergeletak beberapa buku dan alat tulis.

Arief langsung naik ke atas tempat tidur dan merebahkan tubuhnya mepet ke dinding. Sementara itu, aku berjalan menuju meja kecil di samping tempat tidur, menaruh tas yang kubawa di atasnya, lalu duduk di bangku.

"Nggak tidur, Man?"

"Tanggung, Rief. Sebentar lagi subuh, nanti saja setelah salat subuh aku baru tidur."

"Iya sih tanggung, tapi mataku sudah lelah banget, mesti ditidurin biar pun cuma sebentar."

"Ya udah, kamu tidur aja, Rief."

"Oke aku tidur duluan nanti kalau kamu mau tidur bangunkan aku, Man."

Aku mengangguk, Arief mengambil guling, memeluknya, lalu tidur menghadap tembok.


Agar tidak bengong sendirian menunggu waktu subuh yang kurang lebih tinggal satu jam lagi, aku mengeluarkan ponsel dari dalam saku celana lalu menghidupkannya. Aku melihat ada banyak notifikasi yang masuk di Facebook, WhatsApp, dan Messenger. Kubuka WhatsApp untuk melihat apakah ada pesan penting yang harus segera dibalas. Setelah membalas beberapa pesan penting di WhatsApp, aku pun beralih ke Messenger.

Di Messenger ada belasan pesan. Aku melihat-lihat pesan dari siapa sajakah yang masuk. Ada beberapa pesan dari Pasukan Bocor Alus dan kubuka satu per satu. Kubuka pesan dari Bayu, dia bertanya, "Apakah aku ke Banjarnegara untuk menemui Dara?" dan kujawab, "Mungkin". Lalu pesan dari Jaka: "Cieee... Yang mau ketemuan sama Dara nggak ngajak-ngajak." Kujawab, "Ribet kalau ngajak-ngajak... Wkwkwk." Terakhir, pesan dari Shanty membuatku membuka folder WhatsApp di galeri dan melihat-lihat foto yang pernah dikirimkan oleh Dara.

Ada cukup banyak foto yang Dara dikirimkan kepadaku. Meskipun aku sudah kehilangan kontak dengannya, foto-foto itu masih tersimpan galeri ponselku, tak ada satu pun yang kuhapus. Begitu pula dengan dengan chat-nya, baik di WhatsApp ataupun Messenger, kubiarkan saja ada di kedua aplikasi itu. Dalam hatiku, seperti ada keyakinan bahwa aku akan bertemu kembali dengan Dara. Satu per satu foto-foto itu kuperhatikan. Ketika aku melihat foto Dara yang sedang bersandar pada sebuah pilar di depan sebuah rumah, azan subuh terdengar dari kejauhan. "Allaahu Akbar, Allaahu Akbar."

Aku langsung menutup ponsel dan menaruhnya di atas meja, namun sebelum itu, kupandang lagi sejenak foto Dara, mengusapnya dengan lembut, dan berkata pelan, "Manisnya."

Aku keluar dari kamar untuk berwudhu. Dari ruang tamu masih terdengar suara obrolan orang tua Arief dengan adik ibunya. Aku pun berjalan ke sana hendak bertanya di mana tempat untuk berwudhu, namun sebelum aku sempat bertanya, bapaknya Arief sudah menegurku lebih dahulu.

"Belum tidur, Man?"

"Belum, mau salat subuh dulu baru tidur, Pak. Oh ya, kalau mau berwudhu di mana ya?"

"Mari bapak antar dan sekalian kita salat subuh berjamaah di musala keluarga," jawab bapaknya Arief sambil bangkit dari duduknya.

Selesai salat subuh berjamaah, aku kembali ke kamar, mengambil tas, membukanya, dan mengeluarkan charger ponsel untuk mengisi daya ponselku. Setelah itu, aku naik ke atas tempat tidur untuk beristirahat. Namun, sebelum tidur, aku bangunkan Arief terlebih dahulu. Setelah Arief terbangun, aku merebahkan tubuhku dan langsung tertidur.

Hampir jam sebelas siang, aku baru terbangun dari tidur. Setelah mandi, mengganti pakaian, dan makan, Arief mengajakku keluar rumah dengan mengendarai sepeda motor matic. Aku tak bertanya ke mana Arief akan mengajakku pergi, namun aku bertanya tentang Eni yang tidak kulihat lagi sejak sampai di rumah dini hari tadi. Arief mengatakan bahwa Eni sudah pulang ke rumahnya diantar oleh bapak sebelum subuh. Ternyata rumah Eni letaknya tak jauh dari rumah Arief, hanya terpisah beberapa rumah saja.

Belum begitu jauh berjalan, mungkin sekitar satu kilometer Arief menghentikan motornya dan berkata, "Nah ini masjid yang kamu lihat semalam, Man."

Seketika aku menengok ke sebelah kiri. Saat Arief menghentikan motor dan berkata, aku sedang memperhatikan sisi sebelah kanan jalan.

Semalam aku melihat masjid itu dari seberang jalan. Walaupun tidak begitu jelas, aku masih bisa mengenalinya, dan kini aku berdiri tepat di depannya. Bentuk bangunan masjid itu sama persis dengan yang ada di foto kiriman Dara. Nama masjidnya pun sama, Masjid Al-Munawaroh.

"Benar-benar bagus bentuk bangunannya. Mungkin banyak yang berselfie ria di depan masjid ini ya, Rief?" tanyaku.

"Kurang tau juga, Man. Aku 'kan jarang pulang kampung, paling cuma setahun sekali pas hari raya aja. Memangnya kamu mau foto-foto juga di depan masjid ini, Man?"

"Maaf, aku bukan selebgram yang hobi foto-foto dan di-upload ke Instagram, tapi kalau bareng sama Eni, boleh lah hahaha."

"Ah dasar kamu, Man."


Arief kembali menjalankan motornya meninggalkan Masjid Al-Munawaroh. Tak begitu jauh dari masjid itu, ada sebuah gang dan Arief membelokkan motornya masuk ke sana. Tak sampai seratus meter dari mulut gang, Arief kembali menghentikan motornya, mematikan mesin, dan menurunkan standarnya. Kali ini, ia menghentikannya di pekarangan depan sebuah rumah. 

Aku turun dari motor begitu pula dengan Arief. Arief langsung menuju ke pintu rumah, mengetuknya, dan memberi salam, sedangkan aku masih memperhatikan rumah itu. Ketika melihat pilar di teras depan rumah itu, aku tersentak, seperti tak percaya dengan apa yang kulihat. Dalam hatiku berkata apakah ini hanya mimpi ataukah halusinasi. Bentuk pilar dan warna cat rumah yang di depanku ini sama persis seperti yang ada di foto Dara yang kulihat saat azan subuh tadi.

Untuk meyakinkannya, kumasukkan tangan kiriku ke saku celana mengambil ponsel. Setelah ponsel di tangan, langsung kubuka galeri untuk melihat kembali foto yang baru kulihat subuh tadi. "Benar-benar sama persis," kataku dalam hati, dan jantungku pun berdetak kencang. Aku bertanya-tanya kenapa Arief mengajakku ke sini? Apakah ini hanya satu kebetulan semata? Apakah sepupu Arief itu Dara? Atau selama ini Arief mengetahui hubunganku dengan Dara? Lalu siapa yang memberitahu dia? Dan masih banyak lagi pertanyaan yang memenuhi pikiranku.

Untuk menenangkan diri, aku berjalan melihat-lihat sekeliling rumah itu. Rumah itu seperti rumah Arief. Tidak ada tembok atau pagar yang membatasi pekarangannya. Kendaraan bisa langsung masuk dan parkir di pekarangan, karena selain tidak berpagar, rumah itu juga tidak memiliki got atau parit di sisi badan jalan. Di depan rumah, ada sebatang pohon mangga yang berdaun sangat lebat dan sedang berbunga. Dari bentuk daun dan bunganya, aku bisa menebak itu adalah pohon mangga harum manis. Di samping rumah, ada pohon duku yang sangat besar dan kulihat ada buahnya, walau tidak begitu banyak.

Ketika aku hendak berjalan ke belakang rumah, Arief yang sedang berbicara dengan seorang perempuan di teras depan rumah memanggilku.

"Man, mau ke mana?"

"Mau lihat-lihat ke belakang, Rief."

"Sini dulu, lihat-lihatnya nanti saja."

Aku mengurungkan niatku untuk melihat ke belakang rumah dan berjalan menuju teras, menghampiri Arief yang sedang bersama seorang perempuan berusia sekitar lima puluhan. Aku menyalami perempuan itu, yang ternyata kakak dari ibunya Arief. Setelah berbicara sebentar, perempuan itu masuk ke dalam rumah. Arief mengajakku duduk di bangku, tetapi aku memilih duduk di lantai teras. Lantai teras rumah ini lebih tinggi dari jalanan, untuk mencapainya ada dua anak tangga.

"Inikah rumah sepupu kamu yang ingin kamu kenalkan ke aku, Rief?" tanyaku, sambil menyandarkan tubuhku ke salah satu pilar di teras depan rumah.

"Iya, Man. Tapi sekarang dianya lagi keluar rumah, main ke rumah temannya."

"Nama sepupu kamu siapa, Rief?"

"Sabar, Man. Nanti kalau sepupuku pulang langsung aku kenalkan, Man."

Aku menarik napas dalam-dalam. Tadinya aku berharap Arief akan memberitahuku siapa nama sepupunya itu agar semua pertanyaan yang ada di dalam kepalaku ini sedikit terjawab.

Melihat aku menarik napas, Arief mengeluarkan sebungkus rokok beserta koreknya.

"Santai, Man. Nih merokok dulu," ucapnya sambil sambil memberiku bungkus rokok. Sebelumnya, dia sudah mengambil sebatang untuk diisapnya.

"Rokokku masih ada dan aku lagi malas merokok, Rief."

"Biar nggak malas aku ke dalam dulu, bikin kopi, Man."

"Nah, itu baru benar, Rief," ucapku sambil mengeluarkan bungkus rokok dari dalam saku celanaku.

"Ahh. Bilang aja kamu mau ngopi, pakai alasan lagi malas merokok, Man... Man."

"Hahaha."


Arief masuk ke rumah untuk membuat kopi. Aku membuka bungkus rokok yang baru saja kukeluarkan dari saku celanaku. Di dalamnya masih ada beberapa batang. Kuambil sebatang, lalu sisanya yang ada di dalam bungkusnya kutaruh di lantai. Sebatang rokok itu kuselipkan di bibirku, kubakar ujungnya, dan mulai mengisapnya.

Tak lama kemudian, Arief keluar dari dalam rumah dengan memegang dua gelas kopi hitam. Gelas-gelas itu kemudian diletakkannya di lantai. Aroma kopi yang begitu segar langsung tercium oleh hidungku.

Aku mengambilnya segelas, meniup-niupnya sebentar, lalu meminumnya beberapa teguk untuk membasahi tenggorokan.

"Ahh! Nikmat banget, mataku jadi terang, Rief. Monas kalau nggak kealingan pasti kelihatan hahaha"

"Bukan cuma monas, duit gajian juga kalau udah keluar dari mesin ATM pasti kelihatan, Man." Arief menimpali sambil tertawa.

"Tapi aku heran, Rief?!"

"Heran, heran kenapa, Man?"

"Heran, berani-beraninya kopi keluar sendirian."

"Doakan aja nanti sepupuku pulang bawa temannya hahaha."

Kopi segelas nyaris habis kuminum, rokok di dalam bungkusnya hanya tersisa sebatang, tapi yang ditunggu belum juga datang. Aku mengambil kembali bungkus rokokku. "Terakhir, Rief. Kalau sampai yang sebatang ini habis tapi sepupumu belum pulang juga, kita pergi dulu mencari makanan."

"Oke, Man. Tapi jangan buru-buru juga mengisapnya."

"Tenang, aku takkan buru-buru mengisapnya, tapi langsung ku..."

"Nah, itu dia datang, Man," ucap Arief memotong perkataanku sambil tangannya menunjuk ke seorang gadis yang sedang berjalan santai menuju ke arah kami.

Aku menengok ke arah yang ditunjuk Arief. Aku terdiam seribu bahasa dan seperti tak percaya dengan apa yang kulihat. Walau masih agak jauh, wajah gadis itu langsung kukenali. Wajahnya sudah tidak asing lagi bagiku, dan tanpa sadar aku pun berkata, "Diaa….!!!!!"



Bersambung ke: (Dara Gadis Dunia Maya (#4))

Part sebelumnya: (Dara, Gadis Dunia Maya (#2))

Komentar

  1. Dan betapa terkejoetnya Herman ketika melihat Dara yang gaya jalannya seperti Robocop, terdengar bunyi crack crack pada setiap langkah kakinya 🤣

    Kebetulan banget ya ternyata sepupunya Arif adalah Dara.

    Btw Arif tau ga Herman sering komen2an sama Dara di FB, kalau tau ada kemungkinan Arif sengaja mempertemukan Herman dan Dara 😅

    BalasHapus
    Balasan
    1. 🤣🤣🤣👆👆Seperti Terminator Huu bukan Robocop.🤣🤣🤣

      Hapus
    2. Yang benar bukan seperti robocop atau terminator tapi seperti Data.. wkwkwk

      Walau Arief teman akrab Herman tapi di Facebook Herman yang berteman sama Dara, Arief tak berteman. Maklumlah Facebook si Herman banyak.. wkwkwk

      Hapus
    3. Berarti pabila sering dipakai bisa habis dong Huu..😁😁😁

      Hapus
    4. Oh.. yaya, khusus buat Dara fb satunya, buat Arif juga fb yg satunya lagi 😅

      Data nama orang mgkn Kang Sat 😅

      Hapus
    5. Data bukannya nama FBnya mas Her..🤣🤣🤣

      Hapus
    6. Data bukan nama orang atau nama FB tapi nama android.. wkwkwk

      Hapus
    7. Kata Kang Satria pabila sering dipakai bisa habis, apa yg habis? 😅

      Hapus
    8. Mungkin baterainya yang habis.. wkwkwk

      Hapus
  2. Tapi 'Dara' dicerpen ini bukan mantan Napi kan yee Huu..😁😁

    Akhirnya keanehan itu terjawab yee...Ternyata Dara yang dimedsos sama aslinya memang benar sama persis, apakah mungkin 'Dara' menguasai ilmu alih raga hingga bisa jadi saya persis apa yang diinginkan oleh Herman.

    Bagaimanakah kisah selanjutnya, apakah yang akan dilakukan oleh Herman, Apakah akan kembali pulang ke Jakarta untuk meminta bantuan kepada Ariana. Atau mungkin Herman akan betah di Banjarnegara dan langsung mengajak 'Dara' berwisata ke Bukit Perawan Situk sekaligus naik becak terbang menuju langit ke 7

    Kita tunggu lanjutannya setelah pesan2 berikut ini.😁😁

    BalasHapus
    Balasan
    1. ternyata dara yang mau dikenalkan arif udah punya suami 🤣🤣

      Hapus
    2. Bukan mantan napi tapi mantan Terminator.. wkwkwk

      Bukit Perawan Situk, Banjarnegara itu obyek wisata baru ya?

      Apakah Arief senekat itu mau memperkenalkan teman akrabnya dengan wanita yang sudah bersuami, mas Khanif?

      Hapus
    3. Dara Napi yg mana lagi? 🤣

      Hapus
    4. Yaa die keder....🤣🤣🤣

      Hapus
    5. Ya penasaran aja huu kali aja ada Dara mantan napi

      Hapus
    6. Ada tuh di cerpennya mas Satria..wkwkwk

      Hapus
    7. Nah iya, dicerpennya Kang Satria saya baru ingat 🤣

      Hapus
    8. Nah akhirnya dia ingat juga..wkwkwk

      Hapus
  3. udah pasti dara itukan sepupunya arief, dari ciri-cirinya udah keliahatan 😂 tapi masih bersambung jadi itu irang lain 🤣

    BalasHapus
    Balasan
    1. Masih bersambung karena masih banyak kata yang mesti ditulis.. wkwkwk

      Hapus
    2. Berarti lebih dari tiga Episode dong Huu...😳😳😳

      Hapus
    3. Rencananya mau lebih dari lima episode entah bisa atau ngga masih kurang tau juga nih

      Hapus
    4. semangat kang, kalo bisa sampai 10 episode :D

      Hapus
    5. Berat kalau sampai sepuluh episode..wkwkwk

      Hapus
    6. kalo gitu sampai 9 episode 🤣

      Hapus
  4. "Diaaa....."
    Apa dia Dara ya???
    Atau orang lain lagi yang pernah ia kenal?
    Kasihan Herman deh, sampai kaget dan ga bisa nafas gitu...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mungkin Dara mungkin juga orang lain ini masih dipikirkan..hihihi

      Hapus
    2. Waddeh, jadi makin penasaran deh....🤔🤔🤔

      Hapus
    3. Sama, saya juga makin penasaran. Penasaran udah nulis beberapa hari belum juga dapat seribu kata..hiks

      Hapus
  5. Wah aku klik link nya kok menuju makhluk manis dalam lift, apa mungkin sepupu Arief itu makhluk manis itu ya.😁

    Paling enak memang ngopi ya mas kalo nunggu. Kira kira apakah sepupunya Arief bawa temannya buat ngopi, Rondo royal mungkin.😄

    BalasHapus
    Balasan
    1. Emang link yang mana ente klik Gus..🤣🤣🤣

      Hapus
    2. Yang tulisannya "Dia.." paling terakhir sebelum bersambung kang.

      Hapus
    3. Kalau sepupunya Arief itu makhluk manis dalam lift serem dong..hihihi

      Rondo royal, jadi ingat blognya mbak heni, saya tau rondo royal dari blog dia tadinya tau cuma tape goreng.. wkwkwk

      Hapus
    4. Kalau saya tau tape goreng dari sini huu, tadinya saya cuma tau tape ketan/ubi 🤣

      Hapus
  6. Rumahnya kayaknya bagus ya...asri di daerah sejuk.

    Setelah ngerokok dan ngopi, monas terlihat sangat jelas bahkan duit gajihan terlihat sangat terang benderang...sayang ga ada piring makanan kecilnya ya hehhe...untunglah yang ditunggu tunggu datang..alhamdulilah dia adalah......

    bersambung....:D

    maaf baru sempet kunjungan balik soalnya dari kemarin udah nyoba komen di blog temen temen tapi susah banget ngeklik kotak komennya...hehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sangat bagus dan asri menurut cerita walaupun saya kurang bisa membuat narasinya.

      Dan dia adalah diaa..wkwkwk

      Hapus
  7. Salfok sama lagunya hihii..
    Beneran Dara kah ituu? Jadi penasaran kisah lanjutannya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Entahlah dia itu Dara atau bukan, saya juga masih menduga-duga nih..hihihi

      Hapus
  8. Adegan terakhir bikin saya teringat masa lalu, ketika gebetan muncul di hadapan *uhuk :D
    Rasanya berbunga-bunga, salting dan sebagainya :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waduh jadi ngga enak nih saya jadi membangkitkan kenangan masa lalu..hihihi

      Hapus
  9. Diaaa..... Dia siapaaaa hahahahha. Bikin penasaran aja mas. Aku curiga bukan dara nih 😄. Makanya sengaja dipotong di bagian ituu 😜.

    Cepetan eps berikutnya yaaa 😄

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah itu memang sengaja di potong di situ biar yang baca penasaran apa dia itu Dara atau orang lain padahal aslinya udah buntu buat melanjutkannya..hihihi

      Hapus
  10. Serasa berkunjung ke blog mas satria ini, disambut lagu keren hehe, sesuai dengan topiknya lagi. Sosok Dara benar benar misterius dari siluetnya saja sudah terwakili. Ditunggu kelanjutannya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sebenarnya sosok Dara ngga misterius cuma kurang familiar aja..wkwkwk

      Hapus
  11. saya ikut ngopi aja ah
    saya kan maniah sama kopi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau mau ikutan ngopi silakan tapi bawa kopi sendiri ya..hihihi

      Hapus
    2. Hihihi disuruh bawa kopi sndiri.

      Hapus
  12. hemm nunggu sepupunya ya..ngebet banget

    BalasHapus
  13. hem penasaran pertemuan dengan dara ni sebentar lagi, apakah happy ending?

    BalasHapus
  14. Kenapa Diaaaa bikin penasaran mas, Dara atau orang lain?

    BalasHapus
  15. Dan dia adalah ......
    Siapa mas???

    Pasti Dara sih yaaa.. berarti jodoh dong bisa kebetulan gitu. hehe

    BalasHapus
  16. Pinter banget ngegantung pembaca :)
    Jadi diaaa siapa?

    BalasHapus

Post Yang Paling Banyak Dibaca

Makhluk Manis Dalam Lift - Cerpen

Dia Yang Kusayang (#1) - Cerbung

Rasa Yang Telah Terbunuh (#1) - Cerbung

Nurul, Si Gadis Kecil - Cerpen

Misteri Di Balik Kata Hmmm - Cerpen