Misteri Di Balik Kata Hmmm - Cerpen
Misteri Di Balik Kata Hmmm - Cerpen

Sumber gambar google,com diedit oleh Hermansyah
Hampir tengah malam terdengar suara notifikasi pesan chat WhatsApp dengan nada khusus, notifikasi nada khusus yang selama ini selalu terdengar dari HP-ku. Kuambil HP-ku yang tergeletak di lantai untuk melihat isi pesannya. Hmmm, hanya kata itu yang tertulis di pesannya, namun tak lama kemudian pesan itu dihapusnya. Mungkin dia mengira pesannya belum terbaca. Perasaanku mulai terasa tidak enak karena aku pernah mengatakan kepadanya waktu dia menghapus sebuah pesan chat. "Jangan menghapus pesan yang telah terkirim karena akan menimbulkan tanda tanya. Kalau memang pesan itu salah, lebih baik diralat bukannya dihapus." Dan semenjak itu, dia tak pernah lagi menghapus pesan chat yang telah dikirimnya.
Pikiranku mulai berkecamuk, menghubung-hubungkannya dengan pesan-pesan chat sebelumnya sampai akhirnya aku mendapatkan satu pesan yang kupastikan menjadi satu alasan kenapa dia mengirim pesan chat hanya kata Hmmm yang tak lama kemudian dihapusnya. Pesan itu pun berhubungan dengan status FB terbarunya yang diposting setelah azan Magrib. Aku tahu dia ingin mengatakan sesuatu, tapi karena hampir tengah malam dan mata pun sudah lelah, dan dia pun terlihat sudah tak online lagi, maka pesan chat itu pun tak kubalas.
Esok paginya kukirim pesan chat yang berupa pertanyaan, "Kenapa dihapus? Terbangun tengah malam, ya?"
Dia menjawab "Gak apa apa." Dan dia bilang semalam dia tak bisa tidur.
Sebenarnya aku ingin menanyakannya lebih lanjut, namun akhirnya aku membiarkannya saja karena hari masih pagi. Untuk menenangkan perasaanku yang tak enak dari semalam, kukirim pesan tentang hal lain dan obrolan lewat chat pun berlanjut seperti biasa.
Hari-hari berjalan seperti biasa saja dan aku pun sudah melupakan pesan chat-nya yang hanya kata Hmmm itu yang kemudian dihapus, dan sempat membuat perasaan di hatiku ini tak tenang. Beberapa hari kemudian, pada suatu siang di hari Minggu, dia mengirim pesan yang membuat perasaan di hati ini kembali berkecamuk tak menentu. Ia mengirimkan pesan chat, "Mas, ada sesuatu yang mau ditanyakan ke aku, apa gak?"
Selama aku mengenal dan dekat dengannya, kata-kata seperti itu belum pernah dikatakan di dalam pesan chat-nya.
Aku pun menjawab, "Gak ada, gak ada yang ingin aku tanyakan. Kalaupun ada, pasti akan aku tanyakan dan biasanya juga pertanyaan-pertanyaan akan mengalir begitu saja di dalam obrolan."
Namun, dia mendesak dan memaksaku untuk menanyakan sesuatu kepadanya. Perasaan tidak enak yang berkecamuk sedari tadi semakin hebat aku rasakan. Akhirnya, aku pun menanyakan sebuah pertanyaan kepadanya, sekadar untuk memancingnya agar dia menjelaskan apa yang sebenarnya sedang terjadi pada dirinya.
Pertanyaanku berhasil memancingnya, dia menjawab pertanyaanku itu sekaligus memberitahukan apa yang sebenarnya ingin ia katakan. Dia mengatakan sesuatu yang membuat diriku seperti terhempas ke jurang yang begitu dalam dan gelap. Air mata tanpa sadar menetes, perasaan terasa tak menentu: marah, kesal, sedih dan segala rasa campur aduk menjadi satu. Aku terduduk lemas, pikiran dan ingatanku melayang jauh ke saat-saat pertama kali aku mengenalnya.
**********
"Siapa dia? Sepertinya asyik juga untuk diajak bercanda," ucapku dalam hati sambil tak lepas-lepas mataku menatap nama seseorang yang memberikan komentar di akun Facebook seorang teman. Sudah beberapa hari ini aku memperhatikannya dan ada keinginan untuk mengirimkannya permintaan pertemanan, tapi di hati ini masih ada rasa ragu dan takut permintaan pertemananku tidak dikonfirmasi.
Namun, setelah melihat profil dan membaca bio singkat tentang dirinya, akhirnya timbul keberanianku untuk mengirimkannya permintaan pertemanan dan aku pun langsung mengklik "tambahkan teman". Permintaan pertemanan dariku diterimanya, dan jalinan pertemanan pun dimulai. Saling berbalas komentar dan bercanda melalui komentar hampir dilakukan setiap hari, sampai akhirnya timbul keinginanku untuk mengenal dirinya lebih jauh.
Ingin rasanya mengirimkan dia pesan tapi tak tahu isi pesannya seperti apa dan masih ada keraguan takut pesannya tak terbalas walau aku dan dia akrab di kolom komentar belum tentu di Inbox akan sama sebab Inbox sudah bersifat pribadi. Hampir sebulan saling berbalas komentar dan ada satu kejadian yang membuatku ada alasan untuk mengirimkan dia sebuah pesan.
"Maaf, Mbak. Aku curiga sama akun DATA. Sepertinya akun itu dipakai oleh dua orang?" Isi pesan pertamaku yang kukirimkan kepadanya melalui Inbox.
Dia pun membalas, "Lha, memang suka begitu. Kadang istrinya ikut nimbrung juga, ahh, aku mah sudah tahu, hehehe."
Inbox di hari pertama masih terasa kaku dan hanya berlangsung singkat, tapi dari Inbox yang berlangsung singkat itu aku sedikit tahu tentang karakter dirinya.
Beberapa hari kemudian, hampir tengah malam, dia mengirimkan pesan dan kembali terjadi obrolan singkat di Inbox karena memang hari sudah lewat tengah malam dan sudah waktunya untuk beristirahat.
Setelah beberapa kali saling mengirim pesan, suasana pun mulai cair dan bisa saling mengirim pesan tanpa beban. Bercanda yang biasa dilakukan di kolom komentar sekarang pindah ke Inbox.
"Pasti Mas lagi ngopi!!"
"Salah, hehehe."
"Terus yang benar lagi apa?"
"Lagi nge-game sambil nunggu notif."
"Tumben! Notif apa tuh yang ditunggu?"
"Apanya yang tumben? Notif apa aja yang masuk duluan."
"Itu nge-game. Owh, yang duluan masuk itu yang duluan dibuka, gitu ya?"
"Nggak tumben kok, sering nge-game kalau lagi malas keluyuran. Iya, yang duluan masuk itu yang dibuka."
"Owh, jadi siapa nih yang notifnya dibuka duluan?"
" Ya, tergantung yang datang duluan aja."
"Hahaha. Kirain tergantung yang digantung."
"Lha kok? (Bingung)."
"Sama."
"Sama siapa?"
"Sama siapa saja yang mau."
"Bikin bingung lagi?"
"Nahh, mulai bingung kan."
"Lah iya lah, gak pasti gitu."
"Kan kalau pasti, nanti gak ada yang bingung."
"Demen banget bikin orang bingung."
"Lha kan biasanya juga begitu."
"Ya sekali kali jangan yang biasa, napa?"
Gak apa-apa, justru kalau gak bingung malah aneh."
Ingin rasanya mengirimkan dia pesan tapi tak tahu isi pesannya seperti apa dan masih ada keraguan takut pesannya tak terbalas walau aku dan dia akrab di kolom komentar belum tentu di Inbox akan sama sebab Inbox sudah bersifat pribadi. Hampir sebulan saling berbalas komentar dan ada satu kejadian yang membuatku ada alasan untuk mengirimkan dia sebuah pesan.
"Maaf, Mbak. Aku curiga sama akun DATA. Sepertinya akun itu dipakai oleh dua orang?" Isi pesan pertamaku yang kukirimkan kepadanya melalui Inbox.
Dia pun membalas, "Lha, memang suka begitu. Kadang istrinya ikut nimbrung juga, ahh, aku mah sudah tahu, hehehe."
Inbox di hari pertama masih terasa kaku dan hanya berlangsung singkat, tapi dari Inbox yang berlangsung singkat itu aku sedikit tahu tentang karakter dirinya.
Beberapa hari kemudian, hampir tengah malam, dia mengirimkan pesan dan kembali terjadi obrolan singkat di Inbox karena memang hari sudah lewat tengah malam dan sudah waktunya untuk beristirahat.
Setelah beberapa kali saling mengirim pesan, suasana pun mulai cair dan bisa saling mengirim pesan tanpa beban. Bercanda yang biasa dilakukan di kolom komentar sekarang pindah ke Inbox.
"Pasti Mas lagi ngopi!!"
"Salah, hehehe."
"Terus yang benar lagi apa?"
"Lagi nge-game sambil nunggu notif."
"Tumben! Notif apa tuh yang ditunggu?"
"Apanya yang tumben? Notif apa aja yang masuk duluan."
"Itu nge-game. Owh, yang duluan masuk itu yang duluan dibuka, gitu ya?"
"Nggak tumben kok, sering nge-game kalau lagi malas keluyuran. Iya, yang duluan masuk itu yang dibuka."
"Owh, jadi siapa nih yang notifnya dibuka duluan?"
" Ya, tergantung yang datang duluan aja."
"Hahaha. Kirain tergantung yang digantung."
"Lha kok? (Bingung)."
"Sama."
"Sama siapa?"
"Sama siapa saja yang mau."
"Bikin bingung lagi?"
"Nahh, mulai bingung kan."
"Lah iya lah, gak pasti gitu."
"Kan kalau pasti, nanti gak ada yang bingung."
"Demen banget bikin orang bingung."
"Lha kan biasanya juga begitu."
"Ya sekali kali jangan yang biasa, napa?"
Gak apa-apa, justru kalau gak bingung malah aneh."
"Kok jadi aneh?"
"Lha memang bakalan aneh, kalau orang gak kayak biasanya."
"Bener juga, hehehe"
"Ahh aku memang selalu bener."
"Hehehe. (ngalah lagi dah)"
"Harus kayak gitu. Udah ngantuk aku tidur duluan ya."
"Oke."
**********
"Kok matanya gak kelihatan?"
"Salah kirim foto itu. Hapus, hapus, hapus."
"Hahaha."
"Mau kirim yang ini."
Kemudian dua foto terlihat di layar HP-ku.
"Cakepan yang pertama, hahaha," jawabku sambil tertawa meledeknya.
"Itu foto lagi tidur diganggu terus jepret-jepret dah."
"Oh lagi tidur, tapi gak apa apa cakep kok, hahaha." ledekku lagi.
"Cakep apanya, itu acak-acakan."
"Tapi itu terlihat natural kok, hihihi."
"Iya natural banget, orang baru bangun tidur. Lihat dengan teliti rambutnya itu acak-acakan."
"Benerkan natural, yang seperti itu yang aku suka. Memang kenapa kalau rambutnya acak-acakan, malu ya?"
"Ya kan itu bukan buat publik, salah klik itu, malu lah pasti."
"Kok bisa salah klik? Lalu kalau sudah kekirim seperti itu kenapa gak langsung dihapus aja? Berarti kalau tadi gak dikomentari gak tahu dong kalau foto itu terkirim?"
"Iya. Gak tahu apa yang aku klik tadi. Kalau Mas gak komentari ya aku gak tau kalau foto itu kekirim."
"Tapi tidak apa apa cakep kok dan natural." Aku kembali meledeknya.
"Ahh cakep apanya?"
"Cakep mukanya memang apanya?"
"Apaan itu rambut aku acak-acakan. Aku gak menyangka foto itu bisa terkirim dan jadi konsumsi publik."
"Yang aku lihat mukanya bukan rambutnya, hihihi. Sebelum ada teman yang lain yang melihatnya dihapus aja fotonya."
"Au ah. Gimana cara hapusnya, semoga teman yang lain gak ada yang lihat."
"Klik titik tiga yang ada di pojok atas, nanti di situ ada pilihannya." aku pun menerangkan cara menghapusnya.
Tak lama kemudian foto itu pun menghilang dari histori FB-nya.
**********
Dua hari menjelang tahun baru kukirimkan kepadanya satu screenshot akun WhatsApp-nya dan aku pura-pura bertanya kepadanya.
"Ini WA siapa ya?"
"Lho kok bisa lihat?"
Baca juga: Makhluk Manis Dalam Lift
"Hebat kan saya, hihihi."
"Ah gak bener nih!"
"Apanya yang gak bener?"
"Iyalah gak bener. Mas bisa lihat akun WA-ku, aku gak bisa lihat akun WA-nya Mas."
Hihihi, aku pun tertawa
"Ah gak bener. Itu karena Mas punya nomer WA-ku sedangkan aku gak punya nomer WA-Mas?"
"Tumben pinter, hihihi."
"Iya dong, aku gitu."
"Coba aku chat bisa apa gak ya?"
"Tess, hihihi." Satu pesan chat kukirim kepadanya
"Kok foto profil WA-nya sama aja kayak foto sampul FB, Mas?"
"Memang gak hobi masang foto, apalagi WA kan orangnya semuanya sudah saling kenal jadi gak usah pasang foto juga udah pada tau, hihihihi"
Akhirnya inbox pun terlupakan berganti dengan WA.
"Hebat kan saya, hihihi."
"Ah gak bener nih!"
"Apanya yang gak bener?"
"Iyalah gak bener. Mas bisa lihat akun WA-ku, aku gak bisa lihat akun WA-nya Mas."
Hihihi, aku pun tertawa
"Ah gak bener. Itu karena Mas punya nomer WA-ku sedangkan aku gak punya nomer WA-Mas?"
"Tumben pinter, hihihi."
"Iya dong, aku gitu."
"Coba aku chat bisa apa gak ya?"
"Tess, hihihi." Satu pesan chat kukirim kepadanya
"Kok foto profil WA-nya sama aja kayak foto sampul FB, Mas?"
"Memang gak hobi masang foto, apalagi WA kan orangnya semuanya sudah saling kenal jadi gak usah pasang foto juga udah pada tau, hihihihi"
Akhirnya inbox pun terlupakan berganti dengan WA.
**********
"Ya Allah, benarkan apa yang kamu katakan atau kamu hanya ingin mengetes aku lagi?"
"Aku serius, Mas. Aku sudah berjanji sama Mas tak mau bercanda soal beginian lagi."
Dia pun menceritakan semuanya dan meminta pendapatku, dia harus bersikap bagaimana untuk menanggapi itu semua.
"Seandainya aku punya hak dan bisa meminta, aku meminta untuk menolaknya tapi apakah itu mungkin?" Jawabku.
"Seandainya aku menolak apa Mas siap dengan semua resikonya. Dan kalau memang kita berjodoh apa Mas bersedia tinggal di sini?" Tanyanya.
Aku pun terhenyak dengan pertanyaannya dan seketika bingung untuk menjawabnya. Jarak tempat tinggalnya dengan tempat tinggalku ratusan kilometer jauhnya dan paling cepat ditempuh dalam sepuluh jam.
"Aku di sini kerja dan tidak mungkin bisa bolak balik setiap hari karena jaraknya cukup jauh. Apa aku harus berhenti bekerja?"
"Itulah, aku juga tak bisa menjanjikan di sini bisa hidup senang. Aku bingung. Jarak membuat semua susah. Aku tak bisa pergi dari sini. Mas juga tak mungkin mau tinggal di sini."
Setelah cukup lama berdebat dengan argumen masing-masing aku pun menyerahkan kalah dan berkata, "Ya sudah kita ambil baiknya saja, anggap saja kita tidak berjodoh silakan kamu terima lamarannya mungkin itu memang jodoh yang Allah pilihkan buatmu."
"Mas, bisakah kita berteman untuk selamanya?"
"Bukan berarti gara-gara kamu menerima lamarannya dan menikah dengannya hubungan pertemanan kita putus. Kita tetap bisa berteman, cuma akan ada batasannya tidak bisa bebas seperti ini lagi."
"Aku tak mau Mas menjauh, mungkin aku egois, tapi aku mohon jangan menjauh, tetaplah jadi Mas yang aku kenal. Aku menangis tapi aku tak bisa berbuat apa-apa."
"Bukannya aku mau menjauh, aku hanya bilang pasti akan ada batasannya kalau kamu telah menikah, tak mungkin kita bisa chat sebebas seperti sekarang ini. Aku akan tetap menjadi orang yang kamu kenal. Ini juga aku sedih dan tak tahu harus berbuat apa mungkin ini sudah takdir-Nya"
Baca juga: O.D.O.P
"Aku mau bisa terus silaturahim dengan Mas. Air mata ini tak bisa di tahan."
"Biarlah kita menangis hari ini untuk kebahagiaan esok hari."
"Mas punya tempat sendiri di hati aku. Air mata ini tak mau berhenti."
"Mungkin kalau tengah malam akupun sudah menumpahkan air mata sebanyak banyaknya."
"Iya. Maaf kalau aku terbawa perasaan. Mas bener, yang penting Mas jangan menjauh."
"Gak, aku gak akan menjauh."
"Berjanjilah, jangan menjauh. Aku ingin melihat Mas tetap terus semangat dan terus tersenyum."
"Iya, aku janji gak akan menjauh dan Insya Allah, aku akan kuat menerima ini semua."
"Aku pegang janji Mas."
Seketika aku terperenyak menahan rasa pilu. Aku telah mengambil keputusan yang tak mungkin lagi kuubah. Aku yakin ini yang terbaik untukku dan untukmu. Dan demi rasa yang pernah kita jaga, aku akan pegang janjiku.
Kamu adalah perempuan yang baik bahkan teramat baik. Perempuan yang sangat sabar dan tegar. Semoga jalan di depan mu tak lagi berliku dan tak ada lagi onak dan duri serta kerikil-kerikil tajam yang menghadang. Doaku untukmu perempuan yang punya tempat tersendiri di hatiku semoga apa yang menjadi pilihanmu itu adalah pilihan terbaik yang dipilihkan Allah untukmu dan semoga pernikahanmu dengannya ada di dalam rencana-Nya... Aamiin.
"Aku mau bisa terus silaturahim dengan Mas. Air mata ini tak bisa di tahan."
"Biarlah kita menangis hari ini untuk kebahagiaan esok hari."
"Mas punya tempat sendiri di hati aku. Air mata ini tak mau berhenti."
"Mungkin kalau tengah malam akupun sudah menumpahkan air mata sebanyak banyaknya."
"Iya. Maaf kalau aku terbawa perasaan. Mas bener, yang penting Mas jangan menjauh."
"Gak, aku gak akan menjauh."
"Berjanjilah, jangan menjauh. Aku ingin melihat Mas tetap terus semangat dan terus tersenyum."
"Iya, aku janji gak akan menjauh dan Insya Allah, aku akan kuat menerima ini semua."
"Aku pegang janji Mas."
Seketika aku terperenyak menahan rasa pilu. Aku telah mengambil keputusan yang tak mungkin lagi kuubah. Aku yakin ini yang terbaik untukku dan untukmu. Dan demi rasa yang pernah kita jaga, aku akan pegang janjiku.
Kamu adalah perempuan yang baik bahkan teramat baik. Perempuan yang sangat sabar dan tegar. Semoga jalan di depan mu tak lagi berliku dan tak ada lagi onak dan duri serta kerikil-kerikil tajam yang menghadang. Doaku untukmu perempuan yang punya tempat tersendiri di hatiku semoga apa yang menjadi pilihanmu itu adalah pilihan terbaik yang dipilihkan Allah untukmu dan semoga pernikahanmu dengannya ada di dalam rencana-Nya... Aamiin.
Tamat.