Adakah Pertemuan Di Cerita Kita? (Masih Ada Sedikit Harapan) - Cerpen

Adakah Pertemuan Di Cerita Kita? (Masih Ada Sedikit Harapan) - Cerpen



adakah pertemuan di cerita kita? (masih ada sedikit harapan) - cerpen
Sumber gambar google.com diedit oleh Hermansyah


"Sial, gara gara macet tiket kereta api ini jadi hangus, mau balik tanggung sudah terlanjur jalan," gerutuku.

Kukeluarkan HP-ku, kubuka browser dan kuketik kata kunci jadwal keberangkatan bus dari kotaku ke kotanya. Alhamdulillah ada jadwal bus ke kotanya yang berangkat agak siang yang masih bisa dikejar. Langsung kupesan ojek online untuk mengantarkanku ke terminal bus sebab aku takut akan terlambat lagi.

Tak lama kemudian ojek online pun datang dan langsung mengantarkanku ke terminal bus. Sesampainya di terminal aku langsung menuju loket dan membeli satu tiket bus ke kotanya. Kukeluarkan 2 lembar uang kertas pecahan Rp100.000 dan dikembalikan Rp5.000.

"Aman, tiket sudah di tangan, tinggal tunggu busnya. Semoga perjalanan lancar dan tiba tidak terlalu malam," harapku.

Sambil menunggu kedatangan bus yang akan membawaku ke kotanya, kukeluarkan HP-ku dan aku pun mulai sibuk chat lewat WhatsApp dan Inbox.

"Sudah terlalu sering ditikung dan yang sekarang pun harapannya sudah tipis, cuma sabar saja yang masih membuat diri ini bisa bertahan, Kang."

"Ohh mungkin Mas Her kelamaan kali, jadi keburu diambil orang." 

"Mungkin juga, tapi kayaknya nggak, belum juga setahun, Kang."

"Lah emang harusnya berapa tahun?" 

"Gak tau harus berapa tahun.... hihihi." 

"Emang nunggu apaan kok nggak tau? Eh, saya dulu dari mulai kenal sampai nikah nungguin 2 tahun. Soalnya nyari modal dulu." 

"Dulu juga aku pernah dekat dengan seorang perempuan hampir setahun lamanya dan sudah berencana untuk menikahinya sehabis lebaran, tapi takdir berkata lain." 

"Ohh... Takdir? Meninggal?"

"Iya, dia meninggal beberapa hari menjelang puasa, terkena serangan kanker otak, Kang" 

"Innalillhahi wa inna ilaihi roji'un."

**********

"Hari ini sepertinya aku lagi apes, tiket kereta api hangus ganti bus kena tipu, bilangnya ke kota ini kok jadinya ke kota itu. Sial benar," umpatku setelah diberitahu oleh PO Bus kalau bus yang ke kotanya tidak datang dan disuruh ganti bus tapi ke kota yang yang berbeda.

Ingin marah-marah tapi tak berani, tahu sendiri kan bagaimana kerasnya kehidupan di terminal, dan akhirnya hanya bisa ngedumel dalam hati dan pasrah dengan keinginan PO Bus daripada tidak sampai ke kota tujuan. Dan memang dasar lagi apes, dapat tempat duduk bangku plastik yang biasa dipakai di warung-warung tenda dan di dekat pintu pula, "hadehhh, bakalan tak bisa tidur nih," umpatku lagi.

Sudah hampir satu jam bus belum juga berangkat, membuat perut jadi lapar, aku pun turun dari bus dan melangkahkan kaki ke pedagang yang menjual makanan dan minuman. Tiga buah roti serta sebotol air mineral jadi pelampiasanku untuk mengisi perut yang sedang lapar. Setelah merasa kenyang dan membayar semua yang kumakan, aku langsung naik kembali ke bus. Dan tak lama kemudian bus pun berangkat juga.

Dalam perjalanan, hanya HP yang menjadi teman. Akai tetapi baterainya harus dihemat dengan hanya membuka HP ketika ada notifikasi saja, karena terburu buru power bank tak terbawa.

Terdengar satu suara notifikasi inbox yang masuk.

"Gak penting banget, biar yang sempat aja yang balas, hihihihi," ucapku sambil tertawa dalam hati.

Sekitar 15 menit kemudian terdengar lagi satu notifikasi inbox, langsung kubuka dan kubaca isi pesannya, "Masih ada sedikit harapan, Mas."

Aku pun langsung membalasnya, "Kayak status Facebook-ku saja masih ada sedikit harapan, Kang."

"Hehehe."

"Kok tertawa, Kang?"

"Ketawa aja, lah pas banget sama statusnya Mas Her. Waah berarti emang benar masih ada harapan. Udah Mas Her langsung aja!!"

"Langsung apanya, Kang?" 

"Yaa langsung PDKT."

"Mau PDKT bingung, nggak begitu bisa ngobrol sama perempuan yang belum begitu kukenal, Kang." 

"Lahhh...bukannya Mas Her udah lama kenal sama dia??"

"Cuma kenal di komentar aja." 

"Apa bedanya, kan PDKT awalnya juga pasti lewat komentar, inbox atau WA."

"Iya sih tapi kan kalau di komentar bisa langsung dibalas kalau di inbox atau WA belum tentu, Kang."

"Nggak juga. Paling yang langsung membalas komentar malah mas Agus. Apalagi sekarang dia udah jarang FB-an, larinya paling ke WA."

"Nah itu dia, emang mas Agus yang paling suka balas komentar orang. Ada sih teman yang memberikan nomor WA-nya tapi aku belum berani kirim chat lewat WA, Kang."

"Owh begitu, biar berani coba Mas Her kirim WA-nya sambil merem. Coba aja dulu kirim emot, titik, dll."

"Paling-paling nggak dibalas. Inbox yang sudah lebih dari sebulan saja sampai sekarang belum dibalas."

"Lah inbok isinya gituan ya gak dibalas, bingung mau balas apaan. Biar dibalas ya inbox kalimat tanya."

Aku pun tersenyum, tersenyum karena bus memasuki halaman sebuah rumah makan. Sedari tadi penghuni perut sudah main orkestra dan menahan ingin buang air kecil.

Baca juga: Misteri Di Balik Kata Hmmm

Setelah bus berhenti aku pun langsung turun dan langsung menuju toilet. Keberuntungan pertama, toilet gratis semoga ada keberuntungan selanjutnya. Keberuntungan kedua, dapat makan gratis dan tak begitu antri. Keberuntungan ketiga, sambil makan bisa cas HP.

"Alhamdulillah, dapat tiga keberuntungan sekaligus untuk menutup kesialan sebelum," kataku dalam hati.

Kurang lebih satu jam kemudian bus kembali berangkat, walau belum malam tapi mata sudah mengantuk. Mungkin ini kebiasaan atau mungkin juga kena penyakit orok. Perut kenyang mata jadi nengantuk tapi tak bisa untuk tidur, hanya merem-merem saja.

Kira kira pukul setengah empat setelah azan ashar, suara notifikasi WA yang ditunggu-tunggu terdengar juga. "Sepertinya dia baru bangun," ucapku sambil mengusap layar HP, membuka pesan chat WA yang baru kuterima.

"Baru bangun ini."

Ternyata benar dugaanku ternyata dia memang baru bangun. Lantas kujawab pesan chat-nya. "Seneng banget jam segini baru bangun."

"Iya dong, jarang-jarang sih."

"Justru yang jarang-jarang itu yang nikmat..hihihi. Sekarang lagi apa nih?"

"Iya bener. Ini masih rebahan."

"Masih rebahan, nggak keluar rumah?"

"Nggak lah... Males... Nggak tau nanti kalau ada yang ngajak?"

Tiba-tiba tepat di depanku ada penumpang yang mabuk dan muntah hingga membuat perut ini mual dan hampir saja ikutan muntah. Untung masih ada permen kopi jadi tak ikutan muntah.

"Hadeehhhh, udah nggak bisa tidur pakai acara ada yang muntah lagi. Mimpi apa aku semalam? Ini lagi sinyal HP ikut-ikutan bikin kesal, pakai acara ketinggalan jadi nggak bisa chat lagi. Lengkap sudah penderitaanku hari ini," makiku panjang pendek.

Bus terus melaju kencang, sinyal HP masih belum muncul juga. Mungkin ia masih berusaha mengejar laju bus, dan semoga saja di depan ada tikungan tajam agar dia bisa mengejarnya.

Sambil menunggu kembalinya sinyal HP yang tertinggal oleh laju bus, kucoba memejamkan mata dalam posisi duduk agak menyender ke pintu bus, mencoba untuk tidur. Karena mata memang sudah lelah dan butuh istirahat, aku pun tertidur cukup lama dan terbangun ketika hari sudah gelap dan lampu bus pun sudah dinyalakan. Kulihat di layar HP hampir pukul setengah tujuh malam, tapi masih belum juga sampai di kota itu padahal dari kota itu ke kotanya masih lumayan jauh.

Tiba-tiba dari HP-ku terdengar suara notifikasi yang saling berebutan. "Akhirnya nongol juga tuh sinyal dan pantas saja belum sampai, bus ini jalannya lambat banget sama sinyal yang tak punya roda saja bisa terkejar," kataku dalam hati.

Satu persatu notifikasi yang masuk tersebut kulihat dan hanya beberapa saja yang kubalas.

Kembali suara notifikasi terdengar.

"Lah itukan besok malam, Mas."

"Oh Besok malam ya, kirain malam ini. Ya udah tidur aja kalau gitu."

"Iya ini juga."

"Ini juga apa?"

"Lagi usaha merem."

"Cakep, tidur sore sore biar besok bangun badan terasa lebih segar."

"Okee. Sehat sehat ya. Jangan sampai sakit menyerang," jawabnya dan chat pun berhenti.

Hampir pukul setengah sepuluh malam bus baru tiba di terminal. Kuputuskan untuk menginap di kota ini, dan besok pagi baru berangkat ke kotanya.

Baca juga: Makhluk Manis Dalam Lift

Aku turun dari bus dan kulangkahkan kakiku menuju ke sebuah warung yang tak jauh dari pintu terminal.

"Bang, Air mineral tanggungnya satu," ucapku kepada si Abang pemilik warung.

"Ini, Mas." Abang pemilik warung menberikanku sebotol air mineral.

Kuambil dan kubuka, lalu gluk gluk gluk gluk. Nyaris sebotol air dalam kemasan itu berpindah tempat ke dalam perutku.

"Maaf, Bang. Mau tanya apa di sini ada penginapan yang cuma untuk semalam?" tanyaku kepada Abang pemilik warung.

Abang pemilik warung menatapku sesaat dan bertanya, "Mas memangnya dari mana?"

"Jakarta, Bang."

Abang pemilik warung seperti tak percaya, matanya menatap tajam ke arahku. Mungkin karena aku tak membawa apa-apa, hanya memegang sebuah HP, jadi tak terlihat seperti orang yang datang dari jauh.

"Ada apa nggak, Bang?" tanyaku lagi untuk memastikan.

"Ohh... Ada, itu tidak jauh dari sini lewati jembatan itu," jawabannya sambil menunjuk ke arah sebuah jembatan.

"Terima kasih, Bang." Kuberikan uang Rp10.000 untuk membayar air mineral yang kuminum.

"Ini kembaliannya, Mas."

Kuambil uang kembaliannya, segera berjalan ke arah yang dikatakannya. Baru beberapa langkah aku berjalan, aku mendengar ada yang memanggilku dari arah belakang.

"Mas... Mas, tunggu sebentar."

Kuhentikan langkah kakiku seraya menengok ke belakang.

Tampak seorang lelaki berusia tiga puluh tahunan berjalan menghampiriku.

"Mas mencari penginapan?" tanyanya.

"Iya, cuma buat semalam, Abang tau tempatnya?"

"Tau, mari saya antar, Mas."

"Jauh tidak, Bang?"

"Nggak, itu di seberang kali kecil itu," jawabnya sambil menunjuk kali kecil yang jaraknya memang tak jauh.

Tak lama kemudian sampailah aku di sebuah penginapan. Penginapan itu tidak begitu bagus, tetapi lumayanlah kalau sekadar untuk istirahat semalaman.

"Semalam berapa, Bang?" tanyaku kepada penjaga penginapan itu

"Semalam Rp80.000, Mas."

Kukeluarkan selembar uang Rp100.000. "Ini bang hanya buat semalam sisanya ambil untuk Abang."

"Terima kasih, Mas. Selamat beristirahat."

Baca juga: O.D.O.P

Sebelum tidur ku-cas HP yang sedari tadi sudah rewel. Semoga bisa bangun pagi-pagi agar tak terlalu siang sampai di kotanya. Kurebahkan tubuhku di atas pembaringan dan aku pun terlelap.

**********

Jam 05.30 aku terbangun. Setelah mandi dan kembali berpakaian, aku bergegas meninggalkan penginapan menuju terminal untuk berangkat ke kotanya. Sebelum pergi, aku pamit dahulu ke penjaga penginapan.

"Selamat pagi, Bang. Ini kunci kamarnya," sapaku kepada penjaga penginapan sambil menyerahkan kunci kamar.

"Terima kasih, Mas. Hari masih pagi sudah mau pergi memangnya mau ke mana, Mas?" tanya penjaga penginapan.

Aku pun menyebutkan nama satu kota dan langsung pamit karena takut ketinggalan bus yang menuju ke kotanya. Sesampainya di terminal, sebelum masuk terminal, aku mampir dahulu di warung tempatku membeli air mineral semalam.

"Mie rebusnya satu sama teh manisnya satu, Bang," ucapku ke pemilik warung.

Sambil menunggu pesananku selesai dibuat, aku pun duduk di bangku dan mengeluarkan HP untuk mengirim sebuah pesan WhatsApp kepadanya.

"Selamat pagi. Pagi yang cerah walau sedikit dingin. Dan selamat beraktivitas."

Tak lama terdengar suara notifikasi dari HP yang masih kupegang.

"Pagii. Pagi yang cerah bangettt. Iya. Lagi nyuci ini."

"Hebat nyuci sambil mainan HP."

"Belum..baru mau ini..hehehe."

"Baru mau nyuci.. nyuci dulu dah ntar baru online lagi kasihan tuh cucian udah kedinginan..hihihi."

"Iya..hehehe."

Kuakhiri chat WhatsApp dengannya dan berganti membuka Inbox, dan membalas beberapa pesan.

"Itu udah lama, Kang."

"Oh, jadi semenjak itu Mas Her jomblo?"

"Iya dan sempat oleng sebentar. Mencoba mencari lagi dan dapat, tapi apes baru beberapa bulan ketauan main belakang."

"Mas Her yang main belakang?*

"Dia yang main belakang, sudah diberi kesempatan sampai tiga kali, tapi dasarnya memang dianya suka main belakang, ya terpaksa bubar."

"Busyet!!! Udah dapet piring tuh."

"Dapat piring sama ember, Kang..hihihi." 

"Silakan, Mas" Indomie dan teh manis pesananku sudah jadi dan aku pun makan sambil Inbox-an.

"Dia udah di Inbox atau di WA apa belum, Mas?"

"Belum, Kang."

"Hemmm... Apa saya aja yang Inbox-in?"

"Jangan, ntar dia marah lagi, Kang"

"Kenapa marah?"

"Kali aja."

"Jadi gimana?"

"Terserah dah, kalau mau inbox-in juga gak apa apa."

""Asiik. Oh iya, kalimatnya kayak gimana nih?"

"Atur aja gimana baiknya, Kang."

"Ciee..."

"Hihihi."

Satu screenshot dikirimnya

"Orang aktif tujuh jam yang lalu tuh."

"Iya, berati memang dia sudah jarang FB-an. Jadi deg-degan nih. Apa dia sudah ada yang larang?"

"Nah itu. Aduhh!!!"

"Mendingan jangan dah, Kang. Takut nggak enak kalau dia udah ada calonnya."

"Makanya ini mau nanya dulu buat mastiin."

"Ahh bikin deg degan aja nih."

"Tapi kan seru. Eh, tapi ini serius ya, bukan buat main-main. Ntar kualat..hehe."

"Lah iya serius kalau masalah seperti ini aku nggak mau main main, Kang."

"Widihh!! Mantap! Jadi semangat lagi nih."

"Terus semangat Kang, kali aja memang masih ada sedikit harapan."

"Aamiin. Btw, kok jadi saya yang disemangati, hahaha."

"Hahaha."

"Semuanya jadi berapa, Bang. Indomie, teh manis sama krupuk satu?" Tanyaku sambil menyodorkan uang pecahan Rp50.000.

"Rp12.000, Mas."

"Ini kembaliannya."

Baca juga: Nurul, Si Gadis Kecil

Kuambil kembaliannya dan iseng-iseng kubertanya, naik bus ke kota itu naik busnya dari mana?

"Tunggu di sini saja, nanti juga ada bus lewat yang menuju ke sana. Mas ini yang dari Jakarta yang semalam mencari penginapan, kan?" tanyanya.

"Iya, terima kasih sudah diberitahu tempat untuk menginap, Bang."

"Dari Jakarta, bukannya ada bus yang langsung ke kota itu? Kok mas ke kota ini?" tanyanya lagi.

"Kena tipu PO bus, katanya ke kota itu tetapi jadinya ke kota ini, Bang," jawabku.

"Nah, itu datang bus yang ke kota itu, langsung saja naik, Mas," katanya sambil menunjuk sebuah bus yang datang.

Bus itu berhenti tak jauh dariku. Kernet bus meneriakkan kota yang kutuju. Aku pun bergegas naik ke bus dan duduk di pojok belakang. Setelah menaikkan beberapa orang penumpang, bus berangkat kembali.

Tak lama kemudian, kernet bus meminta ongkos. Kutarik selembar uang kertas pecahan Rp100.000 dan kuberikan kepadanya.

"Nggak ada uang pas, Mas? tanyanya.

"Berapa?" aku balik bertanya.

"Rp55.000," jawabnya

Gak ada, ini ada Rp5.000. Kembalikan Rp50.000, ada kan?"

"Belum ada tunggu ya, Mas."

Aku hanya mengangguk dan duduk tenang di pojok belakang bus sambil melihat keluar melalui jendela yang terbuka.

Entah sudah berapa jam lamanya perjalanan, akhirnya dari HP-ku terdengar juga suara notifikasi chat WhatsApp darinya.

"Lagi apa, Mas?"

"Lagi duduk sambil lihat layar HP."

"Nggak ada jawaban yang lain apa, Mas?"

"Nggak ada, ingatnya cuma itu aja."

"Bagus banget ingatannya."

"Itu juga kadang-kadang mungkin kalau lagi benar saja..hihihi."

"Harus dibiasakan tuh biar bisa berlanjut ingatannya."

"Maunya begitu tapi apalah daya belum makan."

"Belum makan ya? Ya makan ihhhh!"

"Lagi di perjalanan belum bisa makan..hiks."

"Emang Mas mau kemana?"

"Entahlah ini mau ke mana, jalan-jalan aja daripada hanya bengong di rumah."

"Lahhh... Gimana sih! Mas sendirian apa bareng teman?"

"Sendirian. Lagi mengikuti kata hati."

"Lahhh. Ke mana?"

"Entahlah mau kemana itu yang bingung. Ini sudah hampir dua jam terjebak macet."

"Ke mana sih, masih daerah Jakarta kan?"

"Sudah di luar Jakarta."

"Ke Bogor ya?"

"Bukan, jauh dari Bogor."

"Kemana? Nyasar ntar loh!"

"Kalau nyasar tinggal balik lagi."

"Ihhh... Kepo nih, kemana sih? Naik motor keluar Jakarta. Hebat."

"Naik bus bukan motor."

"Ke mana ihh?"

"Aku juga bingung mau ke mana kalau tujuan busnya ke Pemalang."

"Sekarang sampai mana?"

"Masih kena macet di Tegal atau Brebes kurang tau juga ini."

"Emang ke tempat siapa di Pemalangnya?"

"Belum tentu juga sih mau ke Pemalang."

"Iiiihhhh, gimana sih. Ke tempat aku aja."

"Kejebak macet busnya, kalau mau ganti bus gantinya di mana?"

"Ya di terminal pindah jurusan sini."

"Lah ini kejebak macet gak bisa ke mana mana. Macet ada karnaval katanya."

"Bisa lama tuh."

"Ini udah hampir dua jam."

"Hmmm. Ditunggu aja."

"Iya ditunggu tapi lapar ini, malah gak ada tukang jajanan"

"Kalau masih lama, di situ dekat warung mas ijin aja keluar sebentar beli makanan."

"Lah gimana dekat warung ini adanya di tengah-tengah flyover."

"Hahahaha."

"Ihh. Malah ketawa."

"Hihihi. Ya mau gimana lagi coba."

"Berdo'a dong biar cepat jalan."

"Berdo'a mulai!"

"Berdo'a selesai."

Baca juga: Di Saat Turun Hujan

Keasikan nge-chat dengannya, tak terasa hari sudah lewat tengah hari. Akan tetapi bus masih belum bergerak juga. Perut yang sudah lapar semakin terasa lapar.

"Perut lapar, terjebak macet di tengah-tengah flyover, baterai HP sekarat, tinggal tunggu sinyalnya saja. Kalau sinyalnya sampai hilang, lengkap sudah penderitaan ini," rutukku dalam hati.

Akhirnya, dengan berat hati HP pun kumatikan sebab baterainya sudah benar-benar kritis. Aku mencoba untuk memejamkan mata dan syukur-syukur bisa tertidur pulas dan terbangun setelah sampai di tempat tujuan.

**********

Pukul 16.25 bus baru sampai di terminal. Perjalanan yang biasanya ditempuh 3 sampai 4 jam harus ditempuh hampir 10 jam. Setelah turun dari bus, aku langsung mencari tempat untuk makan karena perut memang sudah sangat lapar.

"Soto ayamnya satu sama es teh manisnya satu, Bu," langsung saja kupesan makanan sesampainya aku di sebuah warung makan.

Kutarik sebuah bangku dan aku pun duduk. Ada sebaris tulisan yang ditempelkan di dekat sebuah stopkontak yang menarik perhatianku. Sebaris tulisan itu berbunyi Cas HP Rp2.000.  "Baru kali ini aku melihat tulisan seperti itu, ternyata cas HP ada tarifnya," kataku sambil tertawa dalam hati.

Ku keluarkan HP dan charger-nya, Rp2.000 entah itu tarif pengecasan untuk berapa lama. "Masa bodo yang penting HP dan orangnya sama sama makan," kembali aku berkata dalam hati.

Beberapa menit kemudian, HP-ku kuhidupkan. Terdengar suara notifikasi yang saling berebutan, tetapi semuanya kuabaikan.

"Ini baru sampai terminal dan sekarang lagi makan.. udah laper banget," kukirim pesan WA kepadanya.

"Seriussss??? Aku pengen ketemu Mas," balasan darinya

"Kita ketemu di..." belum selesai aku mengetik, dia sudah meneleponku. Langsung kuangkat telepon darinya, terdengar suaranya. Kujawab, "Baiklah, habis Magrib kita ketemu di tempat itu." "Tunggu aku di situ, Mas." "Iya, aku tunggu di tempat itu," telepon pun berakhir.

Kulanjutkan makan yang sempat tertunda. Selesai makan, aku langsung membayarnya. Sebelum pergi, aku bertanya kepada ibu pemilik warung letak lokasi pertemuan itu dan kendaraan apa yang harus dinaiki untuk menuju ke sana.

Ibu pemilik warung memberitahu letak lokasi itu dan menyarankan agar aku naik ojek saja karena tempat itu tidak terlalu jauh.

AKu turuti perkataan si ibu pemilik warung, aku pun pergi ke tempat itu dengan naik ojek.

Sebelum azan Magrib sampailah aku di tempat itu. Sambil menunggu kedatangannya, aku berkeliling mencari tempat yang menjual power bank sebab baterai HP-ku baru terisi sedikit, takut HP mati yang bisa berbuntut gagal bertemu dengannya karena kehilangan kontak.

Sebuah power bank akhirnya kudapatkan walau hanya berisi setengahnya, namun lumayan bisa untuk mengisi baterai HP hingga penuh. Setelah mendapat power bank, aku bergegas menuju masjid yang tak jauh dari tempatku mendapatkan power bank untuk sholat Magrib karena azan Magrib sudah terdengar. Tak lama setelah selesai sholat Magrib, terdengar suara notifikasi pesan WhatsApp dari HP-ku.

Aku langsung membuka pesannya.

"Oke, aku keluar rumah ini," tulisnya.

"Iya, hati-hati jalannya," jawabku.

Kurang lebih setengah jam kemudian terdengar lagi suara notifikasi pesan WhatsApp darinya, dan langsung kubuka.

"Aku sudah sampai ini. Mas di mana?"

"Depan Alfamart." jawabku.

"Oke aku ke situ."

Tak lama kemudian

"Ningsih..."

"Mas Her..."

Masih ada sedikit harapan dan itu menjadi nyata, ada pertemuan di cerita kita.



Tamat

Post Yang Paling Banyak Dibaca

Makhluk Manis Dalam Lift - Cerpen

Apakah Memang Dia? (#2) - Cerbung

O.D.O.P - Cerpen

Misteri Di Balik Senja (#2) - Cerbung

Apakah Memang Dia? (#1) - Cerbung