Rindu Yang Tak Terjawab - Cerpen

Rindu Yang Tak Terjawab - Cerpen




rindu yang tak terjawab - cerpen



Malam itu begitu sunyi padahal baru lepas Isya ketika seorang pemuda melaju dengan sepeda motornya di jalan yang sepi. Dia mengenakan jaket berbahan parasut berwarna biru muda dan helm full-face. Jaket parasut itu menempel ketat di tubuhnya, melindungi dirinya dari angin malam yang dingin. Di balik helm full-face yang dikenakan, wajahnya terlihat tenang.


Di langit yang bersih tanpa awan, bulan separuh tampak menggantung, sinarnya yang keperakan memancar lembut menerangi malam. Bintang-bintang tampak lebih berani bersinar, mengisi langit dengan titik-titik cahaya kecilnya seperti mata bayi yang cemerlang.


Di sepanjang jalan, lampu-lampu rumah yang redup hanya sesekali terlihat, seolah menjadi saksi bisu perjalanannya. Tiap kali melewati titik-titik tertentu, pemuda itu merasakan ada kesan aneh, seolah gelapnya malam memiliki rahasia yang ingin diungkapkan.


Jalanan lurus di depannya terasa tak berujung. Sepi, terlalu sepi. Tak ada satu pun kendaraan lain yang melintas. Angin malam berhembus dingin, merasuk hingga menembus jaket yang ia kenakan.


Setelah beberapa kilometer terlihat sebuah kedai kopi. Lampu-lampu di kedai kopi itu menyala redup seperti akan padam kapan saja, namun cukup untuk menarik perhatian si pemuda. "Malam begitu dingin, secangkir kopi panas sepertinya ide yang sempurna," ucapnya pada dirinya sendiri. Dia mengarahkan motornya ke kedai kopi tersebut untuk menikmati secangkir kopi hangat.


Sesampainya di depan kedai dia memarkir motornya dan mematikan mesinnya, kemudian melangkah menuju pintu kedai. Saat membuka pintu, lonceng di atas pintu berbunyi pelan menyambutnya, dan dia pun melangkah masuk ke kedai. Suasana di dalam kedai terasa hangat, aroma kopi bercampur dengan kayu manis tercium samar-samar.


“Selamat datang, mau pesan apa?” sapa seorang gadis berusia dua puluh tahunan bertubuh mungil sambil tersenyum ramah di balik meja bar.


“Secangkir kopi hitam, jangan terlalu manis,” jawabnya sambil mengamati ruang di dalam kedai. Kedainya tidak terlalu besar namun nyaman. Hanya ada beberapa meja dan bangku kayu usang yang tertata rapi. Dan, ada sesuatu yang menarik perhatiannya.


Di salah satu sudut kedai, duduk seorang wanita yang tengah memandangi secangkir kopi yang ada di depannya. Dia terlihat tenang, wajahnya cantik, rambut hitamnya terurai rapi, mengalir lembut melewati bahu. Meski dia duduk sendirian, ada sesuatu yang memikat dari cara dia duduk. Ada keanggunan yang misterius dalam posturnya.


Dia berpikir sejenak, dia merasa ada keanehan. Ketika dia masuk, kedai itu tampak kosong. Bagaimana mungkin dia tak melihat wanita itu sebelumnya?


Dan didorong rasa penasaran, dia memutuskan untuk duduk di dekat wanita itu. Dia mengambil tempat duduk di dekat jendela, namun pandangannya lebih banyak tertuju kepada wanita itu ketimbang melihat keluar melalui jendela.


=============== Pertengkaran Di Sore Hari ===============


Melihat dari cara wanita itu duduk dan memandangi ruang kosong di depannya, dia merasa wanita itu sedang menunggu seseorang atau sesuatu.


Seakan sadar sedang diperhatikan wanita itu menoleh perlahan, dan mata mereka pun bertemu. Sebuah senyuman tipis tersungging di bibirnya.


Dia merasakan jantungnya berdegup kencang di saat matanya bertemu dengan mata wanita itu, dia melihat seperti ada kilatan aneh dalam mata wanita itu, kilatan yang sulit untuk dijelaskan.


“Tenang sekali di sini,” berkata si pemuda, mencoba membuka percakapan.


Wanita itu mengangguk perlahan. “Ya, sangat tenang. Malam-malam seperti ini memang selalu membawa ketenangan, tapi juga kesendirian yang dalam."


“Apakah kau sering datang ke sini?” tanyanya, berharap untuk memperpanjang percakapan.


Wanita itu tersenyum lagi, kali ini lebih samar. “Tidak sesering yang mungkin kau kira. Tapi tempat ini… selalu membuatku ingin kembali.”


“Aku mengerti,” jawab si pemuda sambil mengaduk kopinya yang baru saja tiba. “Di sini ada sesuatu yang aneh tapi menenangkan. Dan rasanya kedai ini seperti punya cerita sendiri.”


Wanita itu menatap si pemuda dalam-dalam, seolah ingin mengatakan sesuatu yang lebih dari sekadar tanggapan biasa.


“Kau benar. Setiap tempat punya ceritanya masing-masing, dan setiap orang yang datang ke sini... juga punya alasannya sendiri-sendiri.”


Percakapan itu terhenti sejenak, menciptakan keheningan namun bukan kecanggungan.


“Apakah kau sering bepergian sendirian seperti saat ini?” tanya wanita itu tiba-tiba, memecah keheningan.


Si pemuda terkejut oleh pertanyaan itu, tapi dia mengangguk. “Ya, aku suka bepergian sendirian. Ada kebebasan di dalamnya, aku bisa menjauh dari segalanya untuk sementara waktu.”


“Kebebasan memang menyenangkan, tapi terkadang kita terlalu terbiasa dengannya. Sampai-sampai, kita lupa siapa diri kita, dan lupa pada apa yang pernah kita tinggalkan." Wanita itu tersenyum tipis tapi, ada kilatan di matanya yang tak bisa dijelaskan, "Apakah kau pernah merasa kehilangan sesuatu dalam pencarianmu akan kebebasan?”


=============== Antara Cinta Dan Sahabat ===============


Dia kembali terkejut dengan kedalaman pertanyaan wanita itu, “Ke..…. kehilangan?”


“Ya kehilangan, kadang kita terlalu sibuk mengejar sesuatu yang jauh, sehingga kita lupa apa yang ada di depan mata kita, Ada hal-hal yang tak bisa kita dapatkan kembali, walau kita mencarinya seumur hidup.”


Dia menatap wanita itu dalam-dalam, merasa seolah-olah wanita itu berbicara lebih dari sekadar tentang malam ini. “Aku tidak pernah berpikir sejauh itu. Mungkin…. mungkin aku memang menghindari sesuatu.”


Wanita itu menatapnya penuh perhatian. “Kau tidak bisa lari dari apa yang ada di dalam dirimu sendiri. Ke mana pun kau pergi, dia akan selalu menunggu.”


Kata-kata wanita itu menyentuh hatinya. Selama ini dia merasa bebas, namun di balik kebebasannya, ada kehampaan yang tak bisa diisi. Kesunyian malam yang dulu dianggapnya menenangkan, kini terasa menyiksa.


"Mungkin, tapi aku rasa malam ini aku hanya ingin menikmati secangkir kopi dan ketenangan saja. Lalu apa yang kau kejar?” tanyanya, mencoba membalikkan pertanyaan. “Mengapa kamu di sini, sendirian?”


Wanita itu tersenyum, senyum yang penuh misteri. “Mungkin aku juga sedang mencari jawabannya. Tapi terkadang, kita hanya perlu berhenti dan menerima apa yang datang.”


Percakapan Mereka terus mengalir dengan alami. Mereka berbicara selama beberapa waktu. Dan tak terasa percakapan mereka terasa semakin dalam. Seolah-olah ada hubungan yang tak terucapkan di antara mereka, sesuatu yang lebih dari sekadar pertemuan kebetulan di malam yang sepi.


Pemuda itu merasa nyaman, meski ada sesuatu yang tak terucap tentang wanita itu, sesuatu yang membuatnya tidak bisa sepenuhnya melepaskan diri dari rasa penasaran. Setiap kali wanita itu menatap terasa menyelami lebih dalam daripada yang terlihat.Dan, dia tak bisa menghilangkan rasa aneh yang muncul setiap kali wanita itu berbicara, seolah-olah ada makna tersembunyi di balik kata-katanya, sesuatu yang tidak bisa dia tangkap.


Saat kopinya sudah habis dan jam pun sudah menunjukkan waktu yang semakin malam, dia merasa sudah waktunya untuk pergi.


Sambil tersenyum, mencoba untuk tidak terlalu menunjukkan rasa penasarannya yang mendalam dia berkata, “Terima kasih untuk obrolannya. Aku mungkin akan kembali ke sini suatu saat nanti. Mungkinkah kita akan bertemu lagi?”


Wanita itu menatapnya lama, seolah berpikir sebelum menjawab. “Mungkin…. mungkin kita sudah bertemu berkali-kali, hanya saja kau tidak menyadarinya. Atau…. mungkin kita tak akan bertemu lagi.”


Pemuda itu kebingungan. “Apa maksudmu?”


Wanita itu hanya tersenyum, tapi kali ini senyumnya terasa lebih berat, seperti ada rahasia yang tak akan pernah terungkap. “Ada hal-hal yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Tapi percayalah, setiap pertemuan punya makna, meski kau tak selalu bisa memahaminya saat itu juga.”


Mereka terdiam sejenak, hanya ada bunyi detik jam di dinding kedai yang memecah keheningan. Si pemuda merasa ada sesuatu yang hilang dari dirinya saat wanita itu berbicara, namun dia tak bisa mengerti apa itu.


=============== Makhluk Manis Dalam Lift ===============


Waktu terasa berhenti hingga akhirnya pemuda itu bangkit. “Aku harap… kita bisa bertemu lagi,” katanya pelan, setengah berharap, setengah ragu.


“Mungkin, tapi ingatlah… kadang, kehadiran seseorang hanya sebentar, tapi meninggalkan jejak yang abadi.”


Pemuda itu melangkah keluar, udara malam yang dingin menyambutnya kembali. Dia menyalakan motornya, dan sebelum meninggalkan tempat itu, dia melihat ke arah kedai sekali lagi. Dilihatnya wanita itu masih di sana, duduk sendirian, memandang keluar jendela, seperti sedang menunggu sesuatu atau seseorang yang tidak akan pernah datang.


Beberapa hari kemudian, rasa penasaran mulai menghantui pemuda itu. Malam itu selalu teringat di benaknya, terutama sosok wanita misterius itu. Ada sesuatu yang menggelitik pikirannya, sesuatu yang tak bisa dia lepaskan begitu saja. Dan dia memutuskan untuk kembali ke kedai kopi itu.


Saat tiba di kedai kopi, suasana kedai masih sama seperti yang dia ingat, lampu-lampunya menyala redup seperti akan padam kapan saja, suara denting lonceng yang berbunyi pelan ketika dia masuk, suasana yang hangat dan aroma kopi bercampur kayu manis yang menyambutnya serta sapaan gadis berusia dua puluh tahunan yang bertubuh mungil di balik meja bar. Tapi kali ini, dia tak melihat wanita itu ada di sana. Meja di sudut, tempat wanita itu duduk, kosong.


Dengan sedikit ragu, pemuda itu bertanya pada gadis mungil yang ada di balik bar. “Beberapa hari lalu, aku bertemu seorang wanita di sini. Dia duduk di sudut sana,” kata pemuda itu sambil menunjuk meja di sudut ruangan. “Apakah dia sering datang ke kedai ini?” Tanyanya.


Gadis mungil itu mengerutkan kening, tampak bingung. “Wanita? Maaf, tapi kedai ini jarang sekali ramai. Biasanya hanya beberapa pelanggan tetap yang datang. Aku tak ingat ada wanita yang duduk di sana beberapa hari yang lalu.”


“Kau yakin?” tanyanya kembali. Lalu dia menerangkan ciri-ciri wanita itu. "Kami sempat mengobrol lama di sana."


Gadis mungil di balik meja bar tersenyum tipis. “Aku yakin, tidak ada wanita yang ciri-cirinya seperti itu yang pernah berkunjung ke sini. Mungkin kau salah tempat?”


Pemuda itu terdiam, pikirannya mulai bercampur aduk. Dia yakin betul bahwa malam itu bukan khayalannya. Dia bertemu wanita itu, mereka berbicara... Tapi kenapa tak ada yang mengingatnya?


Semakin sering dia kembali ke kedai itu, semakin dia menyadari satu hal yang aneh, dia tidak pernah melihat wanita itu lagi. Tidak ada tanda-tanda kehadirannya, seolah dia hanya muncul sekali dalam kehidupannya, lalu menghilang begitu saja, meninggalkan rasa penasaran yang tak pernah terjawab.





Tamat



=============== Misteri Di Balik Kata Hmmm ===============

Komentar

  1. .emang bener ya..yg sepintas kilas kadang bikin penasaran ..tapi jadinya ending nya gak enak gitu.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Gak ketemu sama si cewek itu maksudnya, mosok si ngobrol sendiri 😁..mungkin hanya perasaan aja ngobrol ama si cewek...apa halusinasi

      Hapus
  2. jadi siapa dong mas wanita itu ?, atau memang pengunjung asing yang mbak penjaganya gak ingat sama sekali. :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kemungkinan owner yang punya kedai mas, jadi saat pemuda itu bertanya siapa wanita pengunjung itu gadis mungil itu tidak tahu, sebab nyangkanya yang ditanya pengunjung, bukan pemilik kafe.

      Hapus
    2. Pas banget tuh, Mas Agus. Terima kasih sudah diwakilkan..hahaha

      Hapus
    3. Atau mungkin gadis mungil itu sudah dikasih pesan sama mbak itu agar bilang tidak kenal.

      Sebabnya kadang ada yang nyari, pertama ngobrol akrab, terus ujungnya " biar silaturahmi tetap terjaga pinjam dulu sejuta." 😂😂😂

      Hapus
    4. kukira ini ada aroma mistis-mistisnya :D

      Hapus
    5. Bukan aroma mistis-mistisnya tapi aroma manis-manisnya...hahaha

      Hapus
    6. Coba mas khanif tanya Herman, ada bau menyan ngga di kafe nya?

      Terus coba lihat kolong meja, ada sajennya seperti kembang tujuh rupa ngga?

      Kalo ada, fix itu mungkin lagi buat syuting film horor, makanya kedainya sepi karena pengunjung dibatasi.🤣

      Hapus
    7. Bisa begitu..wkwkwk

      Baru sadar saya, kalau mas Agus pakai dua akun..

      Hapus
  3. Jadi menimbulkan pertanyaan, siapakah wanita yang diajak ngobrol malam sebelumnya. Dan beberapa malam kemudian tak tampak lagi wanita. Bahkan kehadiran wanita itu disangkal oleh pelayan warung kopi itu...
    Hmmm...sepertinya wanita itu hanya hadir dalam ilusi saja...

    Salam,

    BalasHapus
    Balasan
    1. Memang sengaja dibuat untuk menimbulkan pertanyaan, Pak

      Salam

      Hapus
  4. Waduh, apa mungkin Herman bertemu dengan hantu ya di kedai kopi itu? Konon dulunya ada seorang wanita yang suka banget ke kedai kopi itu sendirian. Suatu hari ia hendak kesana dan saat di tikungan ia tiba-tiba ditabrak oleh seorang supir truk yang mabuk. Arwahnya tetap ke kedai itu karena ia tidak sadar telah meninggal.😰

    Btw, emang pemuda itu namanya Herman ya? 🤔 😂

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tadinya saya ingin buat seperti itu tapi pas dipikir pikir rasanya kurang mantap..hahaha

      Hapus
    2. kalo untuk ukuran hantu dia kebanyakan omong gak sih, biasanya hantu kalo di ajak ngomong kan diem-diem aja 🤣

      Hapus
    3. Memang sudah pernah ngomong sama hantu, Mas?

      Hapus
  5. Mungkinkah pemuda itu hanya berhalusinasi tapi tidak merasa halusinasi?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mungkin juga tapi entahlah..

      Hapus
    2. Cuba cubit pahanya kalo sedang ngobrol, kalo sakit berarti cewek nya nyata.

      Kalo ngga sakit, coba cubit nya pakai tang.😂

      Hapus
  6. Kalau teman teman yang lain fokus dengan ending, kalau aku justru tertarik dengan penggunaan gaya bahasanya.

    sebagai penyuka dunia sastra dan tulisan fiksi, aku justru fokus sama kembang bahasa yang digunakan....ada beberapa part yang enak banget kebacanya...majas metaforanya lincah dan sopan banget dibacanya...penggambaran deskripsi tempat tempatnya juga rapi, detail...dan clean...
    memang kalau nulis cerpen romansa mas herman ini pandai...kayak lagi berasa baca cerpen cerpen di majalah sastra horison...aduh aku kok kalau inget majalah sastra horison dulu pengen banget bisa nulis cerpen dan dimuat di sana hahahah, impian masa kecil yang tak kesampaian

    BalasHapus
    Balasan
    1. Masa sih, saya malah ngga tau majas metafora, saya cuma nulis aja yang ada di kepala.

      Waduh, berat nih ternyata pembaca majalah horison.

      Hapus
    2. Di luar kelihatan majalah horison, dalamnya nyelip buku Eny Arrow.😁

      🏃💨💨💨

      Hapus
    3. Itu sih Mas Agus yang seperti itu...wkwkwk

      Hapus
    4. Perasaan balasannya bukan seperti ini sebelumnya.🙄

      🏃💨💨

      Hapus
  7. Terima kasih sudah support, sekarang saya support balik. Blog cerpen yang menarik, satu genre dengan blognya mas Agus Warteg ya. Topiknya ini lebih ke mistis rada absurd juga hehe.. Sukses selalu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih atas supportnya, rada absurd, mungkin..hihihi

      Hapus
  8. Wah, cerita ini bikin serasa ikut jalan malam-malam sendiri di jalanan sepi! Bayangkan ketemu orang misterius di kedai kopi yang tiba-tiba hilang begitu saja – kayak horor, tapi manis. Hati-hati kalau habis ngobrol di kedai, siapa tahu malah ngobrol sama "hantu nostalgia" yang lagi mampir ngopi juga! 😂

    BalasHapus
  9. Keren kalimat kalimat nya, kayak pujangga mas. Jadi seperti baca novel tahun 90an, pemilihan kalimat nya bagus-bagus.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Anda terlalu memuji, jadi ngga nginjak bumi sayanya.. hahaha

      Hapus
  10. walau meninggalkan penasarn yang tidak terjawab
    Tapi saya suka dengan obrolan wanita misterius itu, keren banget. Penuh makna dan filosofi
    Ah, obat gantinya si penjualnya saja. lebih mungik kayaknya. umurnya lebih mudah

    BalasHapus
  11. keturunan anak indigo nih pasti yg cowo :D. melihat apa yg tak terlihat hihihihi

    BalasHapus
  12. Balasan
    1. Entahlah, saya juga tidak tau. Mari kita tanyakan pada rumput yang bergoyang.. hihihihi

      Hapus
  13. Benar saja, pertemuan yang penuh makna, dan tidak akan pernah terlupakan...karena selalui meng-hantu-i hihihi...serem..👍👍👍

    BalasHapus

Post Yang Paling Banyak Dibaca

Sepenggal Kisah Dunia Maya (#3) - Cerbung

Ancaman Yang Bikin Tersenyum - Cerpen

Sepenggal Kisah Dunia Maya (#2) - Cerbung

Ratih, Secantik Dewi Ratih - Cerpen