Di Saat Turun Hujan - Cerpen
Di Saat Turun Hujan - Cerpen
Sumber gambar google.com diedit oleh Hermansyah
Jarum jam di pergelangan tanganku menunjukkan pukul tiga lewat empat puluh lima menit, lima belas menit lagi kelas pelatihanku selesai dan aku harus segera pulang dan sampai di rumah sebelum Maghrib tapi di luar sana kulihat dari pintu yang terbuka hujan turun begitu derasnya. Kuhela napas dalam-dalam dan kuhembuskan perlahan-lahan di dalam hatiku berkata, "Bagaimana aku pulang, aku tak membawa payung?"
Tepat jam empat kelas pun selesai dan kulihat hujan masih turun dengan derasnya. Satu persatu teman pelatihanku keluar ruangan, ada yang langsung pulang dengan berjalan kaki menggunakan payung, ada yang memakai jas hujan atau mantel dan langsung kabur dengan sepeda motornya, ada yang dijemput oleh pasangannya atau oleh keluarganya dan ada pula yang memilih untuk menunggu redanya hujan di koridor depan kelas seperti diriku.
Hampir satu jam menunggu di koridor namun belum ada tanda-tanda hujan akan mereda. Aku mulai resah dan berpikir akan nekat menerobos hujan bila tak juga kunjung reda namun aku jadi sedikit ragu karena jarak ke halte bus tempat di mana aku biasa menunggu bus lumayan jauh bisa basah kuyup diriku sesampainya di sana bila nekat tanpa payung menerobos derasnya hujan.
Di dalam keresahanku menunggu redanya hujan seorang yang kukenal yang merupakan pegawai tempat di mana aku mengikuti pelatihan menegurku, "Belum pulang, Fit?"
"Belum nih hujannya masih cukup deras padahal aku harus........."
"Harus apa, Fit?" Tanyanya
"Harus sampai rumah sebelum magrib."
"Oh, kalau begitu bagaimana kalau kita pulang bareng saja kebetulan aku ada payung. Tunggu sebentar aku ambil payungnya dulu."
Belum sempat aku menjawab dia sudah berjalan meninggalkanku untuk mengambil payung dan tinggallah aku yang terdiam berdiri sendiri bagai patung menatapi kepergiannya. Tak lama kemudian dia telah kembali dengan membawa sebuah payung di tangan kanannya.
"Yuk kita pulang," katanya sambil mengembangkan payung yang dipegangnya.
Aku tak langsung mengiyakan ajakannya. Walau aku sudah mengenalnya cukup lama tapi aku dan dia tidak begitu dekat, ada rasa canggung untuk menerima ajakannya. Kuperhatikan payung yang dipegang di tangan kanannya. Payung itu tidak terlalu besar namun kurasa cukup untuk melindungi kami berdua agar tak basah kuyup ketika menerobos derasnya hujan.
"Kalau menunggu sampai hujannya reda masih akan cukup lama, tengoklah langit di atas sana masih sangatlah gelap ada kemungkinan hujan akan turun sampai malam hari," katanya lagi.
Aku lantas melihat ke langit dan memang benar apa yang dikatakan olehnya kalau langit di atas sana masihlah begitu gelap yang menandakan masih cukup banyak debit air di atas sana yang akan turun menjadi hujan.
"Ayolah rumah kita kan searah dan letaknya juga tidak berjauhan," katanya lagi dengan nada sedikit membujuk.
Aku berpikir sejenak apakah menerima ajakannya atau menunggu hujannya reda. Bila menerima ajakannya aku bisa sampai di rumah sebelum maghrib tapi aku canggung berjalan berdua dengannya dan bila aku menunggu hujannya reda mungkin selepas isya aku baru sampai di rumah itu pun kalau hujannya cepat berhenti. Setelah berpikir dan menimbang-nimbang aku pun memutuskan untuk menerima ajakannya untuk pulang bareng dan di dalam hatiku berkata mungkin ini pertolongan dari Nya agar aku bisa sampai di rumah sebelum magrib.
"Yuk kita pulang," kataku.
Aku pun berjalan bersamanya menerobos derasnya curah hujan dengan sebuah payung meninggalkan koridor menuju halte bus. Karena payung yang aku dan dia pakai tidaklah terlalu besar tampiasan air hujan mengenai lengan kanan pakaian seragamku membuatnya menjadi basah. Melihat itu dia langsung merangkul bahuku agar aku tak kembali terkena tampiasan air hujan. "Maaf, bukannya aku mencari-cari kesempatan, aku melihat lengan kanan baju seragammu basah terkena tampiasan air hujan,” ucapnya. Aku cuma bisa mengangguk. Entah kenapa detak jantungku berdetak sangat cepat membuat perasaanku jadi tak menentu dan aku berharap segera sampai di halte bus.
Akhirnya aku bersama dia sampai juga di halte bus dan untungnya di halte itu hanya ada beberapa orang saja hingga aku dan dia bisa berteduh di halte bus itu. Sambil menunggu bus yang datang kuperiksa tas yang kubawa takut tasku basah juga terkena tampiasan air hujan karena di dalamnya ada ponselku dan untungnya tas itu tidak basah seperti lengan kanan baju seragamku.
“Hanya basah sedikit tidak apa-apa, diangin-anginkan nanti juga kering dan besok bisa dipakai lagi,” ucap dia waktu melihat lengan baju seragamku yang basah.
"Seragam dinasmu juga basah," ucapku ketika melihat seragam dinas yang dikenakannya basah melebihi basahnya seragamku.
“Tak apa apa," ucapnya sambil tersenyum.
Melihat dia tersenyum aku tertegun dan ada perasaan aneh yang menyelimuti hatiku. Selama ini aku melihat dia biasa-biasa saja tapi di saat ini ketika kuperhatikan aku baru menyadari kalau dia terlihat begitu menawan bila sedang tersenyum.
“Kenapa, Fit?” Tanyanya.
"Nggak apa-apa,” jawabku gugup.
"Kalau ditanya kenapa jawabnya karena, bukan nggak apa-apa, Fit," ucapnya kembali disertai dengan senyuman.
Aku semakin gugup dan wajahku seketika memerah dan aku pun membuang pandanganku karena tak ingin dia melihat wajahku yang semakin memerah.
"Santai saja aku cuma becanda kok. Nah itu busnya sudah datang," ucapnya sambil menyentuh lembut bahuku.
Aku hanya tertunduk dan terdiam.
Bus yang datang berhenti tepat di depanku, aku dan dia pun bergegas naik dan mencari bangku yang kosong dan sungguh sangat kebetulan ada bangku yang kosong di pojok belakang bus dan kami berdua pun duduk di bangku tersebut. Aku duduk di dekat jendela dan dia duduk di sampingku.
"Sungguh satu kebetulan yang sangat menyenangkan bisa duduk berdua denganmu," ucapnya.
Aku hanya tersenyum kecil lalu melihat ke jendela bus dan memperhatikan tetes-tetes air hujan yang membasahi jendela bus.
"Apa kamu suka dengan hujan?" Tanyanya
Aku mengangguk pelan.
"Sama, aku pun suka dengan hujan karena hujan memberikan kesegaran dan membawa ketenangan. Dan ada satu lagi yang kusuka selain hujan."
"Apa?" Tanyaku.
Dia tidak menjawab tapi hanya tersenyum dan bus pun terus berjalan di tengah lebatnya guyuran hujan mengantarkanku menuju angan.
Tamat
Baca juga: Makhluk Manis Dalam Lift
"...Dan ada satu lagi yang ku suka selain hujan."
BalasHapus"Apa?" Tanya Fitri.
"Kamu", jawab lelaki itu pada Fitri.
"Kamu ada-ada aja Man" balas Fitri pada Herman.
Sementara Supir Bus itu hanya tersenyum menyaksikan dua sejoli itu dari spion tengah. 🤣
Kok saya ngga kepikiran bikin ceritanya seperti itu ya..hihihi..apa saya diedit aja cerpennya?
HapusJangan, yg saya tulis itu cuna iseng dari sudut pandang supirnya 😅
HapusTapi betul ngga? Yg disuka selain hujan itu si Fit?
Entahlah, mungkin saja si Fit soalnya saya sudah bingung melanjutkannya makanya ceritanya dibikin tamat sampai di situ..hihihi
Hapussi fit alias si aku ini sepertinya selama ini memperhatikan rekan sesama pelatihannya menjadi cpns yaitu si Man atau yang dalam cerpen ini adalah lawan mainnya si aku...buktinya beberapa kali degup jantungnya si aku berdetak keras dan tertunduk malu....makdeg gitu saat moment payung itu bahunya direngkuh oleh si Man karena biar ga kehujanan jadi dilindungin gitu deh oleh si cowoknya ini. Tapi ya namanya cowok ya...paling pas awal awal akrab gitu baru digoda godain doang biar si ceweknya senyum malu malu gitu kali yaaa ahhahahahhaha #kok gw bikin skenario sendiri ya hohoho
BalasHapusYang di perhatikan si Fit itu bukan rekan pelatihannya tapi dia sudah jadi pegawai di tempat Fit ikut kelas pelatihan.
HapusAyo mbul bikin lanjutannya di blog terwelu ucul.😄
HapusAyo mbak, nyerpen lagi 😅
Hapusmang mau dikasih hadiah apa maa kalau aku nyerpen lagie?
HapusBentar saya tanya Mas Agus dulu beliau mau ngasi hadiah apa 😅
HapusHadiahnya terima kasih banyak.😄
HapusBerapa banyak 😅
Hapusratusaaaaan
HapusMau tanya mas, itu tokoh aku nya namanya Fitri ataukah Supra Fit?
BalasHapusTumben mas Herman ngasih tokoh aku perempuan, biasanya kan laki-laki seperti Dani atau Jaey.😅
Itu kira kira apa jawabannya ya, kenapa ia suka dengan hujan, apakah karena saat hujan temannya fit bisa jadi Aquaman?
Namanya Fitri karena lahir di Idul Fitri 😛
Hapus
HapusKalau lahirnya idul adha namanya Adha yee Huu..🤣🤣🤣🤣
Betul huu, begitu juga kalau lahir di Warteg namanya juga Warteg 🤣🤣 kabuuur 🏃♂️🏃♂️
HapusOh tokoh fit itu cewek toh. Tadinya saya mikir, tokoh fit ini cewek atau cowok ya? Soalnya gak dijelaskan pake rok lah, atau cantik lah. Setelah baca pelan2, baru ngeh, oh iya ada deskripsi fit harus sampai rumah sebelum magrib, ini salah satu ciri cewek biasanya. 😀
BalasHapuskan jadi penasaran apa itu yg disukainyaaa
BalasHapusMungkin yang disukainya itu permen.😅
HapusDuuuh baca ini inget zaman sekolah, kalo hujan, bisa jalan payungan Ama pacar rasanya bahagia , malah sengaja jalannya makin pelan wkwkwkwkkw.
BalasHapusHujan, asalkan ga bikin banjir pasti jadi kesukaan banyak orang. Apalagi aroma tanah dan rumput yg baru terkena hujan, duuuh segeeer banget :)
HapusSakin segernya kalah es campur yee mbak Fans.🤣🤣🤣
aroma hujan nama lainnya petrichor hihihi...
Hapuses campurnya buat aku aja, enak dimakan seger seger pas hujan hahahhaha
Aku juga suka hujan. Suka hujan tidak harus mau kehujanan kan? Tapi dengan hujan, aku tidak perlu pergi ke mana-mana dan membuatku tetap tinggal, tinggal bersamamu. Ceilaah... aku malah gombal iih.
BalasHapusIntinya sederhana nih cerita dan original. Thanks cerpennya kak.
Masama Kakak, jgn lupa mampir lagi ya kalau ada update terbaru dan beri kami bintang lima, makacih 🙏👍👍🤣
HapusKalo bintang tujuh boleh enggak, soalnya pusing nih.😂
Hapusudah lama gak baca ceria romance gini ku jadi berasa muda lagi.. hahaha..
BalasHapushujan bikin benih-benih cinta bersemi yaa.. hehe
HapusNaahlloooo cinta bersemi sama siapa mbak Thya..🤣🤣🤣🤣🤣
Yang jelas sih bukan sama sampean kang.🤣
Hapus
HapusLhaa iyalah kan gue cuma nanya...🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣
hayo thya...jangan mau kalah bikin cerpen juga hihihi
HapusHiduup Thyaa!! 😅😅
HapusAwalnya aku mengira ini cerita tentang mas Herman yang menunggu hujan reda, dan ditawari payung oleh seseorang laki laki.
BalasHapusTapi kenapa jadi gugup yaaa. Oh ternyata tokoh utama nya perempuan. Wajar saja gugup. Hehehe
Eh ternyata sala kira..hihihi
HapusKalau lagi hujan suasana jadi beda ya, sayangnya bus keburu datang... 😉
BalasHapusKalau busnya lama datangnya saya jadi bingung nulisnya..hihihi
HapusMomen yang tepat dan baik berpihak pada "Aku". Lagi menunggu hujan teduh, doi datang membawa payung. Terus jalan berdua menuju mobil. Ahay ....
BalasHapusJadi ngiri saya.. hahaha
HapusPasti jawabannya "kamu". Cieeeeeee. Emang ya, hujan tuh bikin suasana jadi romantis. Jadi mereka jadinya jadian gak, Mas Herman? 🤭
BalasHapus
HapusJadilah mbak Roem..😁😁
Asal jangan jadi mahluk jejadian saja.🤣🤣🤣🤣
Jadi siluman harimau 🤣
Hapus
HapusCerpen lanjutan ini udah gue buat Huu...Meski beda Tkpnya serta ceritanya.🤣🤣🤣🤣🤣🤣
Iya beda, disini Fitri jadi pasangan Man, disana Fitri jadi anaknya si Mansyah 🤣
Hapus
HapusSalah Huu....Fitri anaknya Ningsih Aryanti.🤣🤣🤣🤣🤣😆😆
Bukannya anaknya man sama Rey namanya Satria.😅
HapusJadi mas man sama siapa nih jadinya? Sama Mbak Fitri atau Mbak Ret? Atau Mas Satria? Wkwkwk. 🤣🤣🤣🤣
Hapus*kabooooor 🏃♀️🏃♀️🏃♀️
HapusMaunya sih sama mbak Roem aja katanya..😊😁😁😁
Tulisannya naratif, tidak tendensius. Verbal yang bagus. Ada bakat nih.
BalasHapusAda hujan, itu alasan untuknya merangkul pundakmu, tendensinya benar karena itu halus. Tapi hujan kan harus jatuh dan membasahi rambut atau gaun dan daun daun, membasahi jalan bahkan kadang hujan mengandung kilatan petir di beberapa tempat, lalu airnya menggenangi sedikit area jalan.
Bawa mereka hanyut dan tidak mengingat tendensi he he he...
Tinggal menambahkan anotasi agar lebih menarik perhatian pembaca dari awal.
Lanjutkan sampai bisa menulis Novel!
Masih jauh kalau buat menulis novel, perbendaharaan kata-kata saya masih sangat sedikit.
HapusHmm endingnya jadi kita yang ngejawab ya mas? hehe. Bahasanya cukup enak dan mengalir, saya juga suka menggunakan perbandingan-perbandingan dalam menulis. Kadang juga pakai personifikasi. Keren mas
BalasHapusbtw, jawab di endingnya bukannya ''kamu'' ya? Ah, hujan bikin baper
Hujan yang mendekatkan dua insan. Ah, manisnya.
BalasHapusSaya dulu nggak suka hujan di sing hari, soalnya menghambat aktfitas, tapi suka hujan di malam hari, soalnya bikin tidur nyenyak, hahaha.
BalasHapusMalah bahas hujan
Kan memang cerita tentang hujan..hihihi
HapusHujan jadi bikin suasana makin romantiss.. jadi ingat jaman muda duluu ehehe
BalasHapusTapi pas sekarang udah mulai tuwa berumur..hujan jadi tidak seromantis dulu. Soale hawanya trus jadi terlalu dingin, bikin gebres gebres kalo kelamaan diluar, ditambah biar anget jadi baunya koyok dan minyak angin :)
Cerita yang menarik mas
Kalau masih muda hujan memang bikin romantis ya, mbak..eh romantis itu yang kayak gimana sih? Hihihi
HapusKalau lagi ujan emang semua2nya berubah ya mas, termasuk suasna hati wkwkkw
BalasHapusGa tau itu pas ngrangkul bahu beneran reflek atau modus wkwkwk
Kayaknya cuma modus tuh ngerangkulnya.. wkwkwk
HapusKalau hujan itu sesuatu ya, ada saja yang tak terduga, terlebih lagi kalau ternyata pas hujan gak pake payung hehe
BalasHapusYa kalau ngga pakai payung bisa basah kuyup.. hihihi
Hapusuhuk... hehehe manis banget endingnya
BalasHapusEnding-nya manis kayak es campur ya..hihihi
Hapus