Antara Cinta Dan Sahabat - Cerpen
Antara Cinta Dan Sahabat - Cerpen

Sumber gambar google.com diedit oleh Hermansyah
"Dari mana, Fan?" tegur Bu Lisa ketika berpapasan denganku di bordes tangga. Saat itu aku hendak naik ke lantai tiga dan dia hendak turun ke lantai dasar.
Bu Lisa berstatus guru PNS. Usianya berbeda belasan tahun denganku. Dia mengajar dan menjadi wali kelas di Kelas IV di sebuah Sekolah Dasar Negeri di Jakarta. Tempat aku mengajar olahraga dan berstatus guru honorer.
"Dari tadi, Bu," jawabku sekenanya.
"Dih... Ditanya serius malah dijawab bercanda, aku jitak juga nih," sambil menggerakkan tangannya seolah-olah ingin menjitak kepalaku.
"Hahaha... Maaf, Bu... Maaf, jangan jitak aku... Hahaha," ucapku sambil tertawa serta membungkukkan badan dengan kedua telapak tangan disatukan di depan dada.
"Dasar bocah gelo."
"Aku dari kantin, habis makan mie," jawabku serius.
"Makan mie melulu kamu, Fan, nanti ususmu kusut lho. Eh iya, tadi kamu dicari sama Pak Arman."
"Ada apa Pak Arman mencariku? Aku hari ini tak ada jam di kelasnya."
"Mana Ibu tahu, coba kamu temui dia di kelasnya, mungkin ada yang penting."
"Oke. Terima kasih, Bu. Oh ya, Ibu Lisa mau ke mana?"
"Mau beli roti."
"Mau beli roti, kebetulan, saya titip satu ya."
"Katanya habis makan mie, masih mau titip roti. Memangnya masih belum kenyang juga itu perut?"
"Yang sebelah kanan sudah kenyang, sebelah kiri ini yang belum... Hehehe."
"Dasar gembul, sini pinjam kunci motornya."
"Ini, jangan lupa isi bensinnya sekalian ya, Bu... Hihihi."
Aku pun memberikan kunci motorku ke Bu Lisa. Setelah itu, aku melanjutkan langkah untuk naik ke lantai empat, padahal tujuan awalku ingin ke lantai tiga menemui Ibu Nindy, guru agama yang sedang mengajar di kelas enam.
Sesampainya di lantai empat, aku langsung menuju ke Kelas V, tempat Arman mengajar dan menjadi wali kelasnya. Arman sama seperti Ibu Lisa, sama-sama guru PNS, namun usia Arman tak jauh beda denganku hanya berbeda dua tahun, aku sangat dekat dengannya.
Ketika sampai di depan Kelas V, aku tidak langsung menemui Arman, melainkan duduk di bangku panjang dengan rangka besi, bersandaran, dan beralaskan kayu yang ada di depan kelasnya, karena aku melihat dari pintu yang terbuka, Arman sedang menerangkan pelajaran kepada anak didiknya.
Sambil menunggu Arman selesai menerangkan pelajarannya, aku sibuk scroll media sosial berbagi video.
Ada sebuah video yang menarik perhatianku. Video itu menampilkan seorang guru sedang bergoyang jenaka sambil menyanyikan lagu:
Bebannya besar...
Gajinya Kecil...
Kalau mengeluh...
Disuruh sabar melulu...
Guru guru guru...
Itu namanya...
"Pas banget nih dengan realitas kehidupan," gumamku melihat video itu.
Aku pun bernyanyi dan mengikuti gerakan guru yang ada di video itu, tapi dengan posisi tetap duduk di bangku.
Bebannya besar...
Gajinya Kecil...
Kalau mengeluh...
Disuruh sabar melulu...
Guru guru guru...
Itu namanya...
"Asyiknya, TikTokan terus," seruan Pak Arman mengagetkanku yang sedang asyik bernyanyi sambil bergoyang.
"Ayo, Man. Kita buat video, lagunya pas banget dengan realitas kehidupan... Hahaha."
Nggak ahh, saya takut viral."
Arman lalu duduk di sebelahku. "Tumben naik ke lantai empat, angin apakah gerangan yang bertiup?"
"Angin-anginan... Hihihi. Tadi aku ketemu Bu Lisa, dan dia bilang kamu mencariku, makanya aku ke mari."
"Oh ya, saya lupa," jawab Arman sambil tersenyum tipis.
"Lalu ada perlu apa, kamu mencariku?"
"Begini, Fan, saya mau minta tolong sama kamu, tapi tenang saja, ini tidak gratis kok akan ada imbalannya. Apa kamu mau menolong saya?
"Minta tolong apa? Aku balik bertanya.
"Saya dengar-dengar kamu pandai membuat cerpen, bisakah kamu membuatkan saya sebuah cerpen?"
"Siapa yang bilang aku pandai membuat cerpen? Malah yang aku dengar kamulah yang pandai membuat cerpen dan mempunyai sebuah blog yang berisi cerpen dan sudah banyak pengunjungnya."
Baca juga: Nurul, Si Gadis kecil
Arman tersenyum dan tertawa seraya berkata, "Ternyata kamu tahu juga tentang blog itu, terima kasih atas pujiannya, tapi saya lebih suka cerita yang ditulis oleh orang lain, terutama cerita dari kamu, Fan"
"Hahaha, mungkin kamu salah mendengar informasinya. Aku hanya suka menulis cerita-cerita sederhana saja kok, bukan cerpen."
"Nah! Mulai mengaku dia... Hahaha."
"Aku memang suka menulis cerita-cerita. Tapi, aku belum pernah membagikannya kepada orang lain atau mempublikasikannya di mana pun," jawabku agak ragu.
"Ayolah, Fan, buatkan saya sebuah cerpen. Nanti akan saya posting di blog saya."
Aku berpikir sejenak lalu berkata, "Baiklah, Man. Akan kucoba membuatkanmu sebuah cerpen. Tapi, jangan terlalu berharap ya. Soalnya aku masih pemula."
Arman tersenyum dan mengangguk. "Terima kasih, Fan. Saya akan senang sekali membacanya, tak peduli seberapa pemulanya kamu. Saya yakin kamu akan membuat sebuah cerpen yang sangat indah."
"Terima kasih atas supportnya, Man."
"Dan sebagai imbalannya, kalau benar kamu membuatkan saya sebuah cerpen, saya akan memberikan kamu uang sebesar satu bulan gaji kamu."
Aku menatap Arman dalam-dalam sambil berucap, "Satu bulan gaji, sungguh tawaran yang menarik!"
Di dalam hatiku, aku malah berkata, "Walau tidak dibayar pun aku mau membuatkannya sebuah cerpen. Jangankan satu cerpen, dua atau tiga cerpen pun akan aku buatkan untuknya.
Arman balas menatapku seperti ingin membenarkan apa yang telah ia katakan. Ketika tatapan mataku dan matanya bertemu, aku merasakan satu rasa yang tidak aku mengerti. Rasa yang sudah lama ada dan terpendam di lubuk hatiku.
Aku tertunduk karena tak kuasa mendapat tatapan darinya. Jantungku berdetak kencang dan perasaanku berkecamuk tak karuan.
Aku mencoba mengendalikan diri. Setelah kurasa agak sedikit tenang, aku mengangguk pelan dan bertanya, "Tema apakah yang kamu inginkan untuk dijadikan cerpen?"
"Bebas, tema apa saja, asal jangan tema satu atau tema dua saja." jawab Arman sambil tertawa.
"Aku serius tanya malah dibecandain..ihh!!!"
Arman berpikir sejenak, lalu berkata, "Temanya, seorang guru SD yang diam-diam mencintai teman seprofesinya."
"Hah!!!!!" Aku terkejut mendengar tema cerpen yang Arman inginkan. Dalam hatiku berkata, "Apakah dia mengetahuinya ataukah dia sedang merasakannya hal yang sama denganku?"
Melihat aku terkejut dengan tema yang ia berikan, Arman bertanya, "Kenapa, Fan. Apakah kamu tak suka dengan tema itu?"
Aku tersenyum untuk menenangkan diriku. "Tidak, Man. Bukan aku tak suka dengan temanya, masalahnya, temanya itu seperti tantangan banget buatku."
Arman mengangguk mengerti. "Saya yakin kamu pasti bisa membuatnya dengan indah."
Aku pun menyetujui tema cerpen yang diinginkan oleh Arman. Hatiku berbunga-bunga karena tema itu memiliki kemiripan dengan perasaanku, perasaan yang telah lama terpendam di dalam diriku.
Aku dan Arman kemudian berbincang-bincang tentang detail cerita yang diinginkannya, termasuk karakter utama, latar tempat, dan situasi ceritanya. Setelah mendapatkan cukup data, aku merasa semakin termotivasi untuk menulis cerpennya.
Setelah beberapa saat berbincang, Arman berkata, "Terima kasih banyak sudah bersedia untuk membuat saya sebuah cerpen. Saya akan menunggu dengan sabar. Baiklah, saya tidak akan mengganggumu lagi silakan teruskan bergoyang TikTok-nya... Hehehe"
Arman berpamitan dan kembali masuk kelasnya untuk melanjutkan mengajar anak didiknya. Aku duduk di tempatku, merenung sejenak tentang tawaran Arman sebelum melangkah menuju tangga untuk turun
**********
Beberapa hari berlalu, aku menghabiskan waktu luangku untuk merenung dan menulis. Aku ingin menyampaikan perasaan yang tulus dengan sentuhan emosi yang mendalam dan menggambarkan kisah cinta dalam cerpenku. Setelah perjuangan panjang, akhirnya cerpen itu pun selesai. Aku memberikannya judul "Cinta Diam-diam."
Cerpen ini, mengisahkan tentang dua orang guru SD yang mengajar di sekolah yang sama yang bernama Tya dan Dani. Mereka teman baik dan sering berkolaborasi dalam mengajar dan mengurus acara di sekolah. Takdir telah membawa mereka menjadi dekat, dan di balik kerjasama yang harmonis, Tya diam-diam menyimpan perasaan cinta kepada Dani. Setiap hari, Tya berjuang dengan perasaannya, dia takut untuk mengungkapkannya dan takut merusak hubungan persahabatan mereka. Cerpen ini menggambarkan konflik batin Tya dan perasaannya yang berkecamuk setiap kali bersama Dani.
Sebelum memberikan cerpennya kepada Arman, aku terlebih dahulu meminta pendapat dari Ibu Lisa sebagai rekan guru dan teman karibku.
"Bu Lisa, tolong berikan kritik dan saran apapun yang perlu diperbaiki dalam cerpen ini," ujarku dengan perasaan campur aduk.
Bu Lisa membaca dengan penuh perhatian, dan menyampaikan pendapatnya, "Ceritanya bagus, Fan. Namun, aku rasa ada sedikit perbaikan yang bisa kamu lakukan dalam menggambarkan perasaan tokoh-tokohnya. Rasanya perlu lebih mendalam lagi agar pembaca turut juga merasakannya."
Aku mengangguk tanda mengerti, "Terima kasih, Bu. Aku akan mencoba mengoreksi dan memberikan sentuhan emosi yang lebih mendalam."
Beberapa hari berikutnya, aku telah menyempurnakan cerpen tersebut berdasarkan saran dari Ibu Lisa dan menambahkan rasa serta emosi yang lebih kuat. Aku ingin memastikan bahwa cerpen ini mampu menyentuh hati orang yang membacanya, termasuk Arman.
Akhirnya, saat cerpen telah selesai sempurna menurut penilaianku, aku memutuskan untuk memberikan cerpen itu kepada Arman. Ketika aku bertemu Arman di ruang guru di sela-sela istirahat sekolah, aku memberikan cerpen tersebut dengan rasa gugup dan harapan.
"Ini cerpen yang kamu minta, Man. Semoga sesuai dengan yang kamu inginkan," ujarku dengan tersenyum.
Arman menerima cerpen itu dengan senyum tulus. "Terima kasih, Fan. Aku pasti akan membacanya dengan senang hati."
Beberapa hari berlalu, aku menunggu dengan gelisah tanggapan dari Arman tentang cerpen yang kuberikan. Hatiku berdebar kencang setiap kali melihatnya, berharap bahwa cerpen itu bisa memberikan makna khusus untuknya.
hingga suatu pagi, di saat aku sedang duduk sendirian di ruang guru karena tak ada jam mengajar, Arman datang menemuiku dengan senyum cerah di wajahnya. Ia menarik sebuah kursi dan duduk di dekatku, lalu berkata dengan penuh kesungguhan, "Cerpenmu sungguh luar biasa."
"Benarkah?" jawabku gugup namun senang mendengarnya.
"Iya, sangat menarik dan menyentuh hati. Alur cerita dan deskripsi karakternya begitu hidup, membuatku seolah berada di dalam cerita itu. Terima kasih, sudah membuatkanku cerpen yang begitu indah."
Saat mendengar pujian Arman, hatiku berbunga-bunga. Rasanya sangat menyenangkan ketika cerpenku dihargai dan disukai olehnya.
"Aku senang mendengarnya."
Arman tersenyum hangat. "Terima kasih atas perasaan yang telah kamu tuangkan ke dalam cerpenmu. Saya benar-benar merasakan kedalaman dan keindahan perasaan yang diungkapkan oleh karakter Tya."
Kemudian, tanpa terduga, Arman mengulurkan tangannya dan menggenggam tanganku dengan lembut dan berkata, "Pelajaran dari cerpen ini cukup dalam, Dan... apakah cerpen ini mewakili perasaan seseorang di sini?"
Tersipu malu, aku menjawab, "Iya. Sebenarnya, cerpen itu terinspirasi dari perasaanku sendiri."
"Dalam cerita ini, saya merasa seolah-olah saya adalah Dani, dan kamu adalah Tya. Saya ingin mengatakan bahwa saya... Saya diam-diam mencintaimu, Fan,"
Aku tidak percaya dengan apa yang aku dengar. Perasaan yang selama ini terpendam di antara kami ternyata sama. Dengan gugup, aku menjawab, "Aku juga merasa hal yang sama, Man. Namun, aku takut perasaan ini akan membuat hubungan kita berubah dan aku takut jika itu akan merusak segalanya."
Arman mengambil napas dalam-dalam sebelum berbicara lagi, "Saya sangat mengerti perasaanmu itu. Dan saya pun tak ingin merusak hubungan kita. Tapi, tidakkah kita berpikir tentang apa yang bisa kita dapatkan jika kita saling berbagi perasaan ini?"
"Arman, kita harus berpikir matang. Memang tidak mudah untuk menghadapi perasaan seperti ini, terutama di dalam lingkungan kerja."
"Betul, Fan. Kita harus mempertimbangkan segala konsekuensinya. Namun, setidaknya, sekarang kita tahu bahwa ada perasaan yang sama di antara kita," ucap Arman dengan tulus.
"Aku tak mau gegabah dalam mengambil keputusan, tetapi aku juga tak mau menutup mata terhadap perasaanku ini."
"Mungkin kita harus memberi diri kita waktu untuk merenung dan mencari tahu apa yang sebenarnya yang kita inginkan. Dan mungkin ini adalah kesempatan kita untuk menemukan kebahagiaan bersama."
Aku menggenggam tangan Arman erat-erat, "Kamu benar, Man. Aku merasa kita memang perlu memberi waktu bagi diri kita sendiri untuk memahami perasaan ini. Tetapi kita harus tetap berhati-hati agar tidak merusak apa yang sudah kita bangun selama ini."
Setelah berbicara panjang lebar akhirnya aku dan Arman sepakat memutuskan untuk memberi waktu pada diri kami masing-masing untuk memahami dan mengevaluasi perasaan kami dengan lebih baik dan mencari tahu apa yang sebenarnya yang aku dan Arman inginkan.
Tamat
Baca juga: Di Saat Turun Hujan
Rugi dong, udh keluar duit beli cerpen tapi cintanya di gantung, hihi..
BalasHapusMending di gantung apa di ghosting kang? ๐ค
HapusNgga digantung juga, cuma belum ada kejelasan aja.. wkwkwk
HapusDua2nya ga enak mas, tapi digantung mgkn msh enak dikit ada harapan ๐คฃ
HapusAda harapan walaupun tipis setipis tempe goreng ya, kang..hihihi
HapusKirain setipis saldo ATM kalo tanggal tua.๐
HapusMungkin juga... wkwkwk..tapi tergantung yang punya ATM-nya juga, kalau yang punya ATM-nya sultan, tetap tebal kayak spring bed meski tanggal tua..wkwkwk
HapusWalau ga sultan bisa juga tetap tebal, klo ATMnya 3x lapis, hehe..
HapusTiga lapis, lapis apa aja tuh?
Hapus3 biji huu ATMnya, jadi lapis tiga ๐
Hapus@Jaey Borneo yang paling sakit memang digantung tanpa tali,, hihihih
Hapuswkwkwwk...kirain itu fan...namanya irfan...lha irfan kok sama Pak Arman...ngko jeruk makan jeruk dong mas her, soale guru olahraga umumnya pas aku sekolah tuh laki laki hahhahahahha #canda
BalasHapusGuru olahraga di sekolah ku dulu cowok, namanya Irfan mbul.
HapusSekarang punya anak, guru olahraga nya juga cowok.
Jadi jangan-jangan...๐คญ
Kayaknya saya salah kasih nama nih.. wkwkwk.. kalau Irfan biasanya dipanggilnya Ir bukan Fan tapi entahlah belum riset sayanya.. wkwkwk. Umumnya guru olahraga itu laki tapi di sini bsnyak yang perempuan.
Hapusmemang hubungan sahabat jadi cinta sedikit sulit dijalani, dilain sisi takut merusak hubungan yang sudah baik, tapi tak bisa membiarkan perasaan cinta, memang harus di pikirkan matam-matang dulu :D
BalasHapusTumben komentarnya bener.. wkwkwk.. pernah ngalamin ya.. hihihi
HapusBukan pernah ngalamin tapi karena salah minum obat.๐คฃ
Hapusbukan pernah ngalamin sih mas, gw kan jarang punya pengalaman cinta ,:D
Hapuspasti ini mah pasti miri pengalamanya mas agus :V
Yang namanya jarang itu kan pasti ada... hahaha
HapusAwalnya aku kira tokoh Fan itu cowok, namanya Irfan atau Fandy hihihi...
BalasHapusAku kira cerpen ini juga mencerminkan penulisnya yaitu fan.
Btw, kira kira jadian enggak tuh Fan dan Arman Dhani. Tunggu kelanjutannya di Jaey Zona.๐คญ
Kok sama ya, aku juga ngira Fan itu cwok, tadinya aku mau komen Fanta & Cola tapi gajadi ๐คฃ
HapusKayaknya mesti diganti nih nama tokohnya biar ngga multi tafsir.. wkwkwk.
HapusKan memang cerpennya yang nulis si Fan..hihihi
Memang gak jarang persahabatan antara dua jenis kadang salah satu atau keduanya saling suka ya..banyak loh kejadian kayak gini, tapi kalo dua"nya sama"tertarik sih gak masalah..yg jadi masalah adalah ketika salah satunya naksir sementara yg satunya mlahan enggk...atau malahan naksir orang lain dan cerita ke sahabatnya sendiri...kadang bikin persahabatan jadi kacau dan hubungan jadi gak sehat hehehe
BalasHapusBukan banyak lagi tapi sangat banyak.
HapusKalau hubungan jadi ngga sehat tinggal ke dokter hubungan aja, yang bagus sih hubungan internasional.. hihihi
Hooh hubungan bilateral antar negara yaa .kalo hubungan domestik udah renggang wkkwkkk
HapusRomantic..... ๐งก๐งก๐งก
BalasHapusCinta yang tersambut....
Tapi masih tanda tanya.. hihihi
HapusUdah saling tau isi hati tapi gak mau sat set aja ya. Gemes deh
BalasHapusKalau langsung sat set ngga ada gregetnya.. wkwkwk
HapusAntara cinta dan Sahabat...Yaa jika itu memungkinkan jadi satu mengapa tidak.๐๐
BalasHapusJadi tinggal dirubah dari sahabat jadi cinta dan teman hidup.๐คฃ๐คฃ
Oke, nanti dicoba..hihihi
Hapuswah keren banget
BalasHapusbisa menggambarkan perasaan antara yang nulis dan orang yang memesannya
diam diam sama sama jatuh cinta hehehe
bu lisa emang top, bisa mengereksi alur cerita
eh tadi sudah dibeliin bensin belum?
Mungkin itu satu kebetulan semsta,.. wkwkwk
HapusTolak ajalah, kalo putus biasanya langsung musuhan hahahaha. Mending ttp sahabat ๐. Pengalaman pribadi, pacaran Ama sahabat sendiri, trus ga jadi nikah, yg ada kayak orang asing skr hahahahah. Pdhl dulu kami Deket banget. Nyesel dipacarin. ๐
BalasHapusTapi kalau ditolak pun jadinya udah nggak kayak biasanya ya Mba, kalau saya mau nggak mau kabuuurrrrr, hahahaha.
HapusEmang paling nggak enak kalau sahabat tapi menyimpan rasa, diriku pernah beberapa kali ngalamin, tapi ya gitu, diriku selalu berlagak polos dan pura-pura nggak tahu, hahaha