Dia Yang Kusayang (#1) - Cerbung

Dia Yang Kusayang (#1) - Cerbung




dia yang kusayang (#1) - cerbung
Sumber gambar google.com diedit oleh Hermansyah


Sebuah sepeda motor tampak melaju tak begitu kencang menyusuri jalan komplek perumahan yang terlihat sangat sepi. Pengendara sepeda motor itu seorang pemuda berusia dua puluhan, mengenakan jaket berbahan parasut warna biru bertuliskan nama dealer kendaraan bermotor, bercelana panjang hitam, dan memakai sepatu kets putih. Pemuda itu memakai helm standar dealer yang juga berwarna putih. Di stang sepeda motornya tergantung sebuah tas kain yang sudah lusuh. Dari dalam tas itu tersembul beberapa eksemplar koran dan majalah.

Tepat di depan sebuah rumah bernomor 15-B yang bercat putih, dengan pintu pagar besi tinggi berwarna hitam, pemuda itu menepi dan menghentikan laju sepeda motornya. Dia mematikan mesin lalu menstandarkannya. Pemuda itu mencopot helmnya dan menaruhnya di kaca spion, lalu mengambil lembaran kuitansi dari dalam tas kain lusuh yang tergantung di stang motornya. Dia pun turun, lalu berjalan menuju pintu pagar rumah tersebut. Setelah sampai di pintu pagar, ia mengetuk-ngetuk pintu pagar dengan gemboknya sambil berteriak, "Koran! Koran!"

Setelah beberapa kali mengetuk-ngetuk pintu pagar dengan gemboknya dan berteriak cukup keras, tak lama kemudian seorang gadis muda keluar dari dalam rumah.  Gadis berumur belasan tahun itu memiliki rambut panjang lurus melewati bahu, yang baru kali pertama dilihatnya. Ia berpakaian sederhana dan bersandal jepit berwarna hijau. Gadis itu berjalan menghampiri si pemuda, lantas bertanya, "Ada apa, Kang?"

Pemuda itu tidak langsung menjawabnya. Diperhatikannya sejenak gadis yang ada di depannya. Meskipun terpisahkan oleh pintu pagar, gadis itu terlihat jelas karena pintu pagar rumah itu hanya pintu besi tanpa fiber yang biasa dipakai oleh orang-orang untuk menutupi pandangan dari arah luar.

Merasa hanya diperhatikan dan pertanyaannya tak dijawab, si gadis kembali bertanya dengan pertanyaan yang sama, "Ada apa, Kang?"

"Eh, maaf. Ibunya ada, Mbak?"

"Ada, Akang ada perlu sama Ibu?"

"Iya. Saya mau meminta tagihan bulanan koran, Mbak," jawab pemuda itu kemudian ia memilah-milah lembaran kuitansi yang ada di tangannya, memisahkannya selembar dan memberikannya kepada si gadis.

Gadis itu mengambil kuitansi yang diberikan kepadanya, dia pun berkata, "Tunggu di sini sebentar, Kang. Akan saya sampaikan kuitansi ini ke Ibu."

Pemuda itu menganggukkan kepalanya. Si gadis berjalan meninggalkannya. Pemuda itu memandangi kepergian si gadis hingga menghilang  dari pandangannya. Setelah itu dia berjalan menuju motornya dan duduk di atas joknya. Tak lama kemudian, pemuda itu kembali turun dari motornya dan berjalan menuju pintu saat melihat gadis itu keluar lagi dari dalam rumah. Tangan gadis itu masih memegang selembar kuitansi yang tadi ia berikan.


"Ibu sedang tidur, nanti saja kembali lagi, Kang," katanya sambil menyerahkan kuitansi yang tadi diterimanya.

"Saya titip saja kuitansinya. Dan bilang sama ibu, besok sore saya ambil uangnya. Boleh, kan, Mbak?"

"Boleh, Kang."

Setelah mengucapkan terima kasih, pemuda itu berjalan ke arah motornya. Ia lalu menstarternya dan melaju pergi. Gadis itu pun kembali masuk ke dalam rumah.

**********

Esok sorenya, di kompleks perumahan yang sama, tepat di depan pintu pagar sebuah rumah, seorang pemuda tampak berdiri sambil melihat ke dalam. Setelah memastikan tak ada seorang pun di sana, ia memasukkan tangan kanannya untuk menggapai gembok yang terpasang di pintu. Begitu gembok terpegang, ia mengetuk-getukkannya ke pintu pagar sambil berteriak, "Koran! Koran!"

Tak butuh waktu lama, dari dalam rumah keluar seorang gadis muda berambut lurus panjang melewati bahu. Ia mengenakan kaus putih, rok hijau muda sebatas betis, dan bersandal jepit hijau. Gadis itu berjalan menghampiri pemuda itu yang berdiri di depan pintu pagar. Sesampainya di pintu, ia membuka gembok, mendorong pintunya hingga terbuka seukuran tubuhnya, lalu menyerah dua lembar uang seratus ribuan kepada pemuda itu, "Ini uang tagihan bulanan korannya, Kang."

Pemuda itu mengambil uang yang diberikan kepadanya, lalu dia merogoh saku celananya untuk mengambil uang kembalian.

"Ini uang kembaliannya, Mbak. Terima kasih."

Gadis itu menerima uang kembalian itu dan kembali hendak menutup pintu, tapi pemuda itu menahannya sambil berkata, "Tunggu sebentar, Mbak!"

"Ya, ada apa lagi, Kang?" Tanyanya dan tak jadi menutup pintu.

"Cuma mau bertanya. Si Iis ke mana, Mbak?"

"Teteh Iis pulang kampung. Saya baru beberapa hari ini kerja di sini untuk menggantikannya dan teh Iis yang menyuruh saya untuk menggantikannya, Kang."

"Oh, pantesan sudah beberapa hari ini saya tak melihatnya. Boleh tau namanya siapa?"

"Nama saya, Kang?"

"Iya. Nama Mbak. Masa nama saya. Kalau nama saya, saya sudah tau dari masih bayi," jawab pemuda itu sambil tersenyum.

Gadis itu ikut tersenyum dan tertawa kecil.

Ketika gadis itu tersenyum, pemuda itu melihat ada lesung pipit di kedua pipinya yang membuat wajahnya semakin enak dipandang. Tanpa sadar dari mulutnya terucap sebuah kata, "Manis."

"Apa, Kang?"

Pemuda itu menjadi gugup dan mendadak kehilangan konsentrasinya. Setelah agak tenang pemuda itu berkata, "Nama Mbak siapa?"


"Ima, Rimayanti."

Sambil mengulurkan tangannya, pemuda itu menyebutkan namanya, "Dani, Ramdani."

Gadis itu menyambut uluran tangan si pemuda. Tangan mereka pun bertemu dan saling genggam. Ketika tangan mereka bergenggaman, mereka merasakan ada aliran aneh yang mengalir di tubuh, membuat mereka terdiam. Ada satu rasa yang mereka tak mengerti rasa apa namanya, namun rasa itu membuat nyaman. Tanpa sadar mereka sudah bergenggaman cukup lama sampai akhirnya si gadis tersadar dan langsung melepaskan genggamannya.

"Oh ya, Mbak ini siapanya Iis?"

"Saya tetangganya Teteh Iis, Kang."

"Orang Jawa Barat juga, berarti saya panggilnya Teteh dong bukan Mbak."

"Jangan panggil teteh, panggil nama saya saja, Rimayanti atau Ima. Kalau Akang dari mana?

"Saya orang sini, Ma."

"Jakarta?"

"Iya. Saya asli Jakarta."

"Oh orang Jakarta. Kalau begitu saya mestinya panggil Abang dong?"

"Terserah Rima mau panggil saya apa. Eh nggak keberatan, kan, kalau saya panggil Rima?

Gadis itu mengangguk pelan.

Dan ketika sedang asyiknya mereka mengobrol, tiba-tiba dari dalam rumah terdengar suara seorang perempuan memanggil-manggil.

"Ima... Imaa..."

"Maaf, saya masuk dulu. Itu suara Ibu memanggil saya, Bang."

"Sebentar, Ma." Dani merogoh saku celana untuk mengambil HP-nya. Minta nomor HP-nya, Ma?"

Sebaris angka disebutkan oleh Rima, Dani langsung menyimpan barisan angka itu ke kontak HP-nya. Selesai menyimpannya, Dani membantu Rima menutup pintu. Pintu telah tertutup dan tergembok. Setengah berlari, Rima masuk ke rumah. Dari dalam rumah terdengar lagi satu suara yang memanggilnya.

"Ima... Imaa..."



Bersambung ke: Dia Yang Kusayang (#2)

Post Yang Paling Banyak Dibaca

Makhluk Manis Dalam Lift - Cerpen

Apakah Memang Dia? (#2) - Cerbung

O.D.O.P - Cerpen

Misteri Di Balik Senja (#2) - Cerbung

Apakah Memang Dia? (#1) - Cerbung