Rasa Yang Telah Terbunuh (#2) - Cerbung
Rasa Yang Telah Terbunuh (#2) - Cerbung

Sumber gambar google.com diedit oleh Hermansyah
Mungkin karena tidurku yang terlalu nyenyak atau karena aku yang terlalu lelah hampir jam enam pagi aku baru terbangun dari tidur. Aku langsung menuju ke kamar mandi untuk mandi dan selesai mandi aku berganti pakaian dengan pakaian yang semalam kubeli. Setelah semua kurasakan beres aku keluar dari kamar untuk mencari makan karena perutku memang sudah terasa lapar dan sekaligus menyerahkan kunci kamar dan berpamitan. Kukunci pintu kamar itu lalu kuncinya kuserahkan ke penjaga penginapan yang berada di meja penerima tamu karena aku menyewa kamar itu memang hanya untuk semalam saja dan aku pun berpamitan. Ketika aku hendak berjalan menuju keluar, penjaga penginapan itu berkata sambil menunjuk ke sebuah meja, "Tidak sarapan dulu itu sudah di sediakan di atas meja, Mas." Aku melihat ke meja yang ditunjuk oleh penjaga penginapan. Di atas meja itu aku memang melihat ada beberapa piring nasi goreng dan beberapa gelas teh hangat. "Oh, ternyata dapat sarapan juga," ucapku dalam hati. Kuambil sepiring nasi goreng dan segelas teh hangat lalu aku duduk di sebuah bangku yang berada di sudut untuk menikmati sarapanku.
Tak butuh waktu lama nasi goreng serta segelas teh itu sudah berpindah ke dalam perut. Nasi gorengnya lumayan enak, ada suwiran ayamnya, irisan sosis dan juga irisan ketimun namun sayangnya nasi gorengnya itu cuma sedikit tidak sepiring penuh tapi lumayanlah bisa untuk mengganjal perutku yang sedang lapar dan tehnya teh manis hangat jadi pas banget untuk menemani menu sarapan. Setelah semuanya ludes masuk ke dalam perut aku pun pergi meninggalkan penginapan itu.
Sampai di luar penginapan aku melihat jam tangan yang melingkar di lengan kiriku, aku melihat hampir jam delapan. Segera saja ku keluarkan HP dari dalam saku celanaku untuk memesan ojek online. Setelah memastikan ada yang merespon dan bisa mengantarkanku lalu kukirimkan sebuah pesan WhatsApp kepada Ningsih, "Sedang menunggu ojek online nih."
Sepersekian detik kemudian masuk satu pesan balasan dari Ningsih, "Mas benaran mau datang ke rumahku?"
"Benaran lah. Masa jauh-jauh dari Jakarta ke sini cuma bertemu Ningsih saja tanpa berkunjung dan tau rumah Ningsih, rugi banget dong. Lagi pula ngga ada yang melarang kan kalau aku datang ke rumah Ningsih?"
"Ahh mas ini. Siapa juga yang melarang Mas datang ke rumah. Baiklah, aku tunggu di rumah. Nanti dari rumah kita pergi ke tempat yang pernah aku ceritakan dan ingin kukunjungi bersama Mas."
"Tempat yang mana? Tempat yang belum lama dikunjungi itu kah?
"Bukan, tempat itu kurang asyik, Mas. Malas aku untuk datang lagi ke sana."
"Kurang asyik atau......... hahaha."
"Ahh Mas ini, jangan menggodaku terus nanti aku gigit lho."
"Waduhhh...."
Makanya....! Tempat yang pernah aku jadikan status WhatsApp, masa Mas lupa?"
"Oh tempat yang itu, aku lihat di YouTube tempatnya sih kelihatannya lumayan asyik juga. Aku jadi penasaran dan ingin tau tempatnya seperti apa?"
"Tempatnya adem dan enak untuk mengobrol, Mas."
"Memangnya Ningsih sudah pernah ke sana?"
"Belum... hihihi..."
"Hahaha..."
Ojek online yang ku tunggu-tunggu akhirnya datang juga dia berhenti di seberang jalan tepat di depan ku dan aku pun mengakhiri chat dengan mengirimkan Ningsih pesan, "Mau berangkat nih. Tunggu yang sabar ya."
"Oke..."
Kuhampiri pengojek online yang baru saja datang yang berhenti di seberang jalan. Setelah berbicara sebentar pengojek itu memberikanku sebuah helm yang langsung kupakai. Selesai memakai helm aku pun naik dan duduk di belakangnya dan motor pun melesat membelah jalan untuk mengantarkanku menuju ke rumah Ningsih.
Pengojek itu mengendarai motornya begitu lincah dan dengan kecepatan yang lumayan tinggi. Ketika aku melihat jarum di speedometer-nya jarum itu menyentuh angka tujuh puluh lebih tetapi aku tidak menegurnya karena aku merasa pengojek itu cukup ahli.dalam mengendarai motor. Motor terus melaju membelah jalan yang tidaklah begitu ramai, mungkin dikarenakan hari ini hari Minggu atau mungkin juga karena hari masihlah pagi.
Jarak antara tempat ku semalam menginap dengan tempat yang akan kutuju tidaklah begitu jauh ditambah kondisi jalannya yang belum begitu ramai hingga motor dapat dipacu dengan kecepatan yang lumayan tinggi tidak sampai setengah jam sampailah aku di tempat tujuan. Sebenarnya aku tidak tahu persis letak rumah Ningsih. Waktu aku memesan ojek online yang kutuju bukanlah rumahnya tapi sebuah bangunan yang pernah dia ceritakan. Bangunan yang letaknya tidak begitu jauh dari rumahnya yang bisa dijadikan patokan bila ingin datang ke rumahnya.
Motor berhenti tak jauh dari bangunan yang menjadi patokanku, aku pun turun dari motor, melepas helm yang kupakai dan memberikan helm itu ke si pengojek. Kuambil dompet dari saku belakang celanaku, mencabut selembar uang kertas dan memberikannya ke pengojek untuk pembayaran ongkos ojeknya. "Ini uangnya, ambil saja sisanya tak usah dikembalikan, bang." Si pengojek mengambil uang yang kuberikan, "Terima kasih, Mas." Pengojek itu memasukkan uang yang baru diterimanya ke saku celananya dan dia pun men-starter motornya tapi sebelum dia menjalankan motornya dia berkata, "Jangan lupa bintang limanya, Mas." Aku hanya mengangguk dan pengojek online itu langsung melesat dengan motornya dan hilang di kejauhan.
Baca juga: Dia Yang Kusayang
Aku berdiri sendiri di pinggir jalan tak jauh dari bangunan yang menjadi patokanku untuk sampai di tempat ini. Kuarahkan pandangan mataku ke bangunan itu sesaat aku berpikir yang mana kira-kira rumahnya Ningsih waktu itu dia hanya berkata kalau rumahnya rumah kedua dari bangunan itu. "Rumah kedua, rumah kedua yang di depan atau yang di samping bangunan ini." Ketika aku sedang berpikir aku mendengar satu suara yang memanggil namaku.
"Mas Her.. Masss..."
Aku menengok ke arah sumber suara yang sudah ku kenal yang memanggil namaku. Dan di sana tak jauh dari tempatku berdiri aku melihat Ningsih sedang berdiri di ambang pintu pagar sebuah rumah sambil melambaikan tangannya. Sebuah motor matic berwarna merah dan putih terparkir di pinggir jalan di depan rumah itu. "Alhamdulillah, akhirnya ketemu juga rumahnya," ucapku dalam hati dan berjalan menghampiri Ningsih.
"Assalamualaikum."
"Wa'alaikumsalam. Selamat datang di rumahku yang sangat sederhana ini, Mas. Ayo masuk, Mas. Dan silakan duduk mau di luar atau di dalam?"
"Duduk di teras depan aja lebih enak, sambil ngobrol bisa lihat-lihat keadaan di luar."
"Baiklah kita ngobrol di teras depan tapi aku tinggal dulu ke dalam sebentar untuk membuatkan Mas kopi."
"Ngga usah repot-repot tapi kalau bisa kopi sama temannya, Sih," jawabku sambil tertawa.
"Tenang aja kan ada aku yang jadi temannya, Mas." Balas Ningsih sambil berjalan masuk ke dalam rumah.
Sepeninggalan Ningsih yang masuk ke dalam rumah aku berjalan keluar melihat-lihat keadaan sekeliling sambil menikmati segarnya udara di pagi hari. Di kejauhan aku melihat pemandangan sebuah gunung yang puncaknya di selimuti kabut. "Nikmat sekali tinggal di tempat ini udaranya masih sangat segar tidak seperti di Jakarta yang penuh dengan polusi. Andai saja....." Aku membuang nafas dan menghirupnya lebih dalam lagi untuk menghilang rasa yang tiba-tiba datang.
HP yang ada di saku celanaku berbunyi mengeluarkan nada notifikasi yang menandakan ada satu inbox yang masuk. Kurogoh saku celanaku dan mengeluarkan HP itu. Di layar HP terlihat satu pesan, "Eh, dia sudah membalasnya tuh..."
"Balas apa, Kang?" Tanyaku membalas pesan itu.
"Dia balas : Iya kenapa? Terus saya balas : Nggak apa-apa. Saya telat semenit dia sudah off lagi."
"Yaaahhhhh....telat. Tapi tetap semangat kan?."
"Semangat dong. Misi pertama saya kan memastikan dulu dia udah ada calon apa belum."
"Iya, udah diatur aja aku terima beresnya, Kang."
Aku kembali berjalan ke menuju rumah untuk sementara mengabaikan inbox yang baru saja masuk sebab aku melihat Ningsih sudah keluar dari dalam rumah dan sedang meletakkan sebuah nampan yang dibawanya di atas teras. Di atas nampan ada dua gelas kopi hitam yang masih mengepulkan asap tipis dan satu piring kue berbentuk bulat agak besar berwarna putih entah kue apa namanya karena baru ini kali aku melihatnya.
Setelah meletakkan nampan yang berisikan dua gelas kopi dan sepiring kue, Ningsih lalu duduk di samping nampan yang baru saja ia letakkan dan aku pun duduk di sebelahnya dekat tepian teras. Nampan yang berisi dua gelas kopi dan sepiring kue bulat berwarna putih berada di tengah-tengah aku dan Ningsih.
"Diminum dulu kopinya mumpung masih hangat, Mas."
Aku tidak mengambil gelas kopi tapi mencomot satu buah kue bulat yang berwarna putih itu. Sebelum memakannya kuperhatikan dulu kue tersebut menurut tebakanku kue ini terbuat dari tepung terigu, kuenya kering mungkin dibuatnya dengan cara dipanggang di dalam oven. Lalu aku menggigitnya sedikit dan mengunyahnya. Renyah, legit dan manis itu yang kurasakan.
"Ini kue apa namanya, Sih?
Satu nama kue disebutkan oleh Ningsih dan dia mengatakan kalau kue itu kue khas di daerahnya.
"Oh pantesan, di Jakarta aku belum pernah melihat kue ini."
"Kuenya enak kan, Mas. Apalagi dimakannya sambil minum kopi terasa lebih nikmat lagi, Mas," ucap Ningsih sambil mengambil satu gelas kopi dan meminum isinya.
Kuambil satu gelas kopi yang tersisa, meniupnya sesaat sebelum meminumnya karena ketika aku memegang gelas kopi itu aku merasakan gelas kopi itu masih terasa panas dan masih ada kepulan asap tipis di atasnya. Setelah meminum kopi beberapa tegukan ku lanjutkan dengan menghabiskan sisa kue yang ada di tanganku. Benar-benar nikmat rasanya memakan kue itu setelah meminum kopi.
"Bagaimana, Mas. Nikmat kan rasanya makan kuenya setelah meminum kopi?" Tanya Ningsih.
"Nikmat banget apalagi makannya sambil melihat wajah Ningsih seribu kali nikmat."
Satu pukulan mendera bahuku.
"Aduuhh!!!" Sakit, Sih
"Biarin, nanti aku pukul lebih keras kalau Mas menggoda aku lagi."
Kupandangi wajah Ningsih dan Ningsih pun tertunduk tangan kanannya mengambil gelas kopi yang ada di atas nampan tapi dia tak meminumnya. Gelas kopi itu hanya dipegangnya dengan dua tangan dan di letakannya di atas pangkuannya. Pikiranku pun mengembara ke mana-mana. Sampai akhirnya, "Mas..." satu suara dan sentuhan halus di bahuku menyadarkanku. Kuambil gelas yang masih berisi tiga perempat kopi yang ada di sampingku dan meminumnya hingga tersisa setengah.
"Jam berapa kita ke tempat itu, Sih?"
"Dihabiskan dulu kopinya baru kita pergi ke tempat itu."
Aku hanya meminum sedikit kopi yang masih tersisa setengah di gelas yang kupegang entah kenapa aku sudah tak bersemangat lagi untuk meminumnya apalagi untuk menghabiskannya. Dan Ningsih juga sama sepertiku dia terlihat sudah kehilangan selera. Gelas kopi yang kopinya baru sedikit diminumnya sedari tadi hanya dipeganginya dengan kedua tangannya di atas pangkuannya.
"Oh iya keluarga Ningsih yang lainnya ke mana dari tadi tak ada yang ku lihat?"
"Ibuku masih di balai desa sedang adikku masih tidur, Mas. Tapi tenang aja nanti kalau kita mau berangkat aku akan membangunkannya."
"Letak tempat itu dari sini jauh ngga?"
"Lumayan jauh, kurang lebih satu jam kalau ke sananya mengendarai motor."
"Oh..."
"Kalau begitu kita berangkat sekarang saja mumpung hari belum begitu siang tapi sebelumnya kita mampir dulu di rumah makan ayam bakar yang juga pernah aku ceritakan. Mas belum makan kan?"
Aku hanya mengangguk dan menaruh gelas kopi yang ku pegang di atas nampan begitu pula Ningsih setelah itu dia mengangkat nampan itu hendak dibawanya masuk namun sebelum Ningsih membawanya masuk ke dalam rumah nampan beserta isi di atasnya ku comot satu kue dan langsung mencaploknya kemudian mencomot satu lagi. Melihat tingkahku Ningsih hanya tersenyum kemudian dia masuk ke dalam rumah untuk menaruh nampan beserta isi di atasnya.
Cukup lama juga Ningsih di dalam rumah sebelum dia keluar lagi dan kini dia sudah memakai helm dan menenteng satu helm lagi di tangan kanannya serta satu tas kecil warna hitam terselempang di pundak kirinya. Diberikannya helm yang ditentengnya kepadaku kemudian dia menutup pintu dan kami pun keluar menuju motor yang terparkir di pinggir jalan depan rumah. Sesampainya di dekat motor Ningsih memberikan kunci kontak motornya kepadaku sambil berkata, "Mas saja yang bawa motornya aku membonceng di belakang."
"Tapi aku tidak tau jalannya nanti kalau nyasar gimana?"
"Nanti aku kasih tau arahnya dan tenang aja kita gak bakalan nyasar jalan di sini tidak seperti jalan di Jakarta yang bikin bingung, Mas. Dan kalaupun nanti nyasar gak apa-apa nyasarnya berdua sama Mas ini."
"Benar nih ngga takut kalau nanti nyasar?"
"Iya, selama nyasarnya berdua sama Mas aku nyaman-nyaman aja karena aku tau Mas orang yang berhati baik pastinya tidak akan berbuat yang aneh-aneh."
"Oke kalau begitu kita berangkat. Sudah tak ada yang ketinggalan lagi kan?"
Ningsih pun mengangguk.
Kupakai helm yang tadi diberikan oleh Ningsih lalu aku pun naik ke atas motor memasukkan kunci kontaknya dan men-starternya. Mesin motor pun hidup dan siap untuk dijalankan. Ningsih segera naik di belakangku.
“Bismillahirrahmannirrahiim.”
Motor pun mulai bergerak perlahan meninggalkan rumah menuju ke suatu tempat yang menjadi tujuan.
Bersambung
Part sebelumnya: Rasa Yang Telah Terbunuh (#1)
Baca juga: Apakah Memang Dia?
mas her.....massss" buceeetdaaa hahahayyy...mesra banget sih mbak ningsih manggilnya..udahlah mau gigit gigitan eh pukul pukul dada abang pula....duh pembaca jadi mesem mesem nih bacanya duo sejoli termesra abad ini hihihi
BalasHapusbentar....dan....ternyata ketahuan...rumah ningsih ternyata ada di Banyumas atau Karanganyar Deket tawangmangu kali ya #nebak hihi
itu kue putih kupikir tadinya serabi dong...kalau serabi kan bisa diplesetin...wes nda dirabi mas.....
ternyata kue satu dong, satu kacang ijo wkwkwk...berarti diolesetinnya..wes ndang dibojo mas...
ningsihnya mangsud mbul hahahha
eh bentar..itu yabg dibawah tadinya ningsih yang suruh bawa motor mas her yang mbonceng gitu...wkwkkwkw, ada ada aja..
aduh tapi belom ketahuan ya mau kemana pacarannya abis ini hihi...pantengin terus blog hermansyahmywapblog setelah pesan pesan berikut ibi
Ini terlalu ke bawa cerita kali ya yang dipukul bahu bukan dada..hihihi
HapusAyooo tebak kira-kira di mana rumah Ningsih, tujuan awal busnya Pemalang dan Pemalang itu adanya di jalur selatan sedang Banyumas dan Karanganyar adanya di jalur Utara?
Kalau kuenya kue satu memangnya kue satu terbuat dari tepung terigu?
Niatnya begitu, maunya dibonceng tapi apa boleh buat malah disuruh bawa motornya..hihihi
Masih banyak kemungkinan mau ke mana tapi yang pasti masih di Jawa tengah..hihihi
kalau dari terigu nagasari kali...nagasari tapi ga pake oven wkwkkwkw
Hapusini ngapa jadi tebak tebakan kue yak hahahha
jangan sampek mas her cewe yang bawa motornya hihihi
kayaknya sih tawangmangu hihi
atau baturaden
Kayaknya bukan ke Tawangmangu atau Baturraden mbul, tapi ke alas Roban.😆
HapusAda apa di Alas Roban mas 😅
HapusNagasari kan kue pisang di Jakarta mah banyak kue pisang.
HapusMemang kenapa kalau cewek bawa motornya, kan cewek kalau bawa motor penguasa jalanan..hihihi
Bukan Tawangmangu atau batu Raden tapi Wadas Tumpang..wkwkwk
Di alas Roban ada pohonan..hihihi
Mas Agus: serem amat mainnya ke Alas Roban.. hiiii
Hapusmasih penasaran....kang yang kirim pesan mau nyelidiki uda ada calon belom itu siapa ya, hihi
BalasHapusmotor maticnya keren banget ningsih mas, bisa merah putih :D
Kayaknya yang kirim SMS itu kang satria mbul, mau ngajak mangkal.😆
HapusYang pasti bukan mas Agus.. wkwkwk
Hapushihihi kang yang kontekan di warung saat pinjam charger kayaknya ya kaaannmas herman? mas agus ikut shooting juga tak di cerpen ini hihihi
HapusSepertinya bukan..
HapusWaduh ingatanku jadi berbenturan, ini kelanjutan yang mau ketempat wisata itu kan.
BalasHapusItu jalan bedua mau kemana, ketempat wisata atau kondangan, eh yg makan wedang ronde yg manalagi, hahaa
Seingatku dulu kue nya khong guan deh, di edit kah cerpennya 🤣🤣
Hapusbukan diedit mas jaey...tapi ini terusan yang abis naik bus lupa bawa charger nginep hotel makan nasgor trus janjian ketemuan itu hahhaha...apal amat ya si mbul..kalau yang makan kaleng kong guan atau biskuit abis curhat reza hihi
HapusIya mbak aku juga biasanya hapal cuma sedikit jadi campur aduk aja di ingatan, pengarangnya sih bikin sambungannya kelamaan haha 🙏
HapusIni lanjutan dari yang ketemuan di depan Alfa mart terus makan wedang ronde..hihihi
HapusPerasaan saya ngga pernah nyebut biskuit Khong Guan dah apalagi makan kaleng Khong Guan, memangnya debus makan kaleng Khong Guan.. wkwkwk
Namanya juga blogger suka-suka ya kayak gini dah kalau bikin cerita semau-maunya.. wkwkwk
Berarti benturin aja lagi.
HapusSinetron kan gitu.
Kebentur = lupa ingatan
Kebentur lagi= sembuh
🤣gampang kan
Kayaknya Tabin udah pengalaman banget suka jedotin kepala makanya hafal.😆
HapusSayangnya hidup tidak seperti di sinetron 😅
HapusBuset deh, yang lain sudah pada datang. Pantesan ramai banget, nyempil dikit ah.
BalasHapusMas Herman dan Ningsih so sweet banget ya, emang mau kemana tuh berdua sama Ningsih naik motor, apa mau ke KUA mas? 😄
sebelum ke KUa mau maem sate kelinci dulu di deket Tawangmangu Mas ...
HapusMasa sih, ntar kalo bumbu satenya belepotan gimana dong, masa langsung kesana 😂
HapusIya nih mas herman motong ceritanya bisa banget. Baru mau pergi udah dipotong 😆 kan bikin yg baca jd tebak2an mereka mau kemana. Hehehe..
HapusBukan bisa banget tapi udah kehabisan kata-kata buat ngelanjutinnya..hihihi
Hapusmas agus, kalau bumbu satenya belepotan ya tinggal di lapin toh kan biar yomantis...hihihi
Hapusmas herman...ah mas her merendah aja...biasanya bilang begitu tau tau update cerpen lagi dan selalu so sweet...bikin pembaca deg degan tiap bacanya...ntah kenapa aku emang gitu orangnya biar kata uda baca kadang kalau lagi kumat pengen baca ya takulang ulang lagi cerpennya temen temen hahahhahah
HapusBenar juga ya, kalo belepotan bumbu sate tinggal di lap saja, kalo masih belum bersih tinggal di pel pakai soklin lantai.😆
HapusKaboooorrr 🚶🏃💨
kasihan mas...masa dilap pake so klin hihihi...nanti ngambek mba ning nya loh ahhahahah
HapusDi lap pakai jempol biar romantis kan mbak 🤣
HapusWkwkwk
HapusPenasaran nih, tempat tujuan yang direncanakan ningsih seperti apa ya...
BalasHapusBaru nyampe rumah Ningsih udah buru-buru pergi lagi...
Katanya sih tempat nya asyik..
HapusBuru-buru pergi biar ngga telat sampai di tempat tujuan..hihihi
keren cerpennya tapi lebih keren Lagunya 🤭
BalasHapussemoga sukses 👍👍
Wah mbak Eny tumben turun gunung ke blogger.🤭
HapusMungkin gunung longsor, jadi auto turun gunung 🤣
HapusGunung apa yang longsor kang, apa gunung kembar.😆
HapusMau jawab iya tapi takut 🤣
HapusIya, tumben-tumbenan mbak Eny nongol angin apakah gerangan yang bertiup?
Hapuspas lagi abis makan nasi goreng
BalasHapuscuman saya nasi goreng tambah telor ceplok
Beda tipis dong nasi gorengnya..hihihi
HapusIni kisah nyata yah bang her? Kalo cerita Nyata. udah langsung nikahin aja ningsi bang, pasti mau tuh, so sweet gitu jg
BalasHapusEntah nyata atau fiksi, masih remang-remang.. wkwkwk
HapusYah, ningsih ditinggal. kasihan dong. Lanjut ceritanya mas, gas!
BalasHapusMasih bingung bikin lanjutannya.
Hapus