Pengakuan Yang Mengubah Segalanya (#1) - Cerbung

Pengakuan Yang Mengubah Segalanya (#1) - Cerbung




pengakuan yang mengubah segalanya - cerbung



Sinar matahari senja menyusup melalui celah-celah jendela sebuah kafe kecil di Jakarta. Sinarnya menerpa lembut tubuh dua orang sahabat, Indra dan Bayu, yang baru saja bertemu kembali setelah disibukkan oleh kegiatan masing-masing. Indra dan Bayu duduk berhadapan, dipisahkan oleh sebuah meja kayu. Di atas meja, ada dua cangkir kopi yang tinggal setengah dan dua piring roti bakar berselai coklat dan strawberry yang sudah tak utuh lagi. Mereka berdua asyik berbincang-bincang dan tertawa, suara senda gurau mereka berpadu dengan alunan musik lembut yang mengalun di dalam kafe. Mereka berbicara tentang masa lalu yang penuh kenakalan dan membayangkan masa depan yang kian terasa tak pasti.

Di tengah senda gurau mereka, pintu kafe terbuka dan masuklah seorang gadis yang langsung mengubah arah perhatian Indra. Gadis itu berpenampilan sederhana namun memancarkan sesuatu yang sulit dijelaskan. Dia memiliki mata cokelat yang hangat. Rambut hitam tergerai lepas sedikit melewati pundak. Langkah yang anggun membuatnya terlihat seperti berasal dari dunia lain.

Indra menatap Bayu, lalu mengangkat alis. "Lihat, ada bidadari masuk," ujarnya setengah bercanda, tapi matanya tak beralih dari gadis yang baru masuk itu.

Bayu melirik sekilas, kemudian meneguk kopinya. "Santai saja, mungkin dia cuma mau pesan kopi. Sudah, jangan dilihat terus nanti bisa jatuh cinta," ucap Bayu sambil tertawa pelan.

Indra tertawa kecil, tapi tetap tak mengalihkan pandangannya. "Sepertinya iya, Bay."

Gadis itu mengambil tempat duduk tak jauh dari mereka, dan seolah ada magnet yang menariknya, Indra langsung menghampirinya dan mengajaknya berkenalan.

"Hei, aku Indra” sapanya sambil mengulurkan tangan dan memperkenalkan diri. Gadis itu menyambut uluran tangan Indra. "Nindi," jawabnya dengan senyum tipis.

Indra terdiam sejenak, memperhatikan senyuman Nindi yang terasa begitu hangat, Cahaya matahari senja menyinari wajah Nindi, membuatnya terlihat semakin cantik. Indra terpesona. "Nindi, nama yang indah," ucap Indra. "Kamu sering datang ke kafe ini?" tanyanya.

Nindi tersenyum kecil, lalu menggeleng pelan. "Tidak, ini pertama kali aku datang ke sini"

"Oh, pantas aku tidak pernah lihat kamu sebelumnya. Maaf, sebentar..." Lalu Indra berjalan menghampiri Bayu. Ia mengajak Bayu untuk pindah meja dan berkenalan dengan Nindi.

Bayu awalnya terlihat ragu, namun setelah Indra bersikeras, dia setuju dan ikut pindah ke meja Nindi. Saat mereka duduk bersama, Indra memulai obrolan dengan santai. Mereka bertiga akhirnya terlibat dalam obrolan yang ringan dan penuh tawa.

Indra merasakan detak jantungnya berpacu setiap kali Nindi tersenyum padanya, dan tanpa sadar, dia semakin berharap ada sesuatu yang lebih di antara mereka.

Pertemuan di kafe itu menjadi awal dari kebersamaan mereka. Indra dan Nindi mulai sering menghabiskan waktu bersama, terkadang bertiga dengan Bayu, tapi lebih sering hanya mereka berdua. Setiap pertemuan membawa kedekatan yang semakin mendalam dan tak bisa dijelaskan

Hari demi hari berlalu, Indra semakin sering menghabiskan waktu dengan Nindi. Berjam-jam bertukar pikiran tentang segala hal. Tentang mimpi-mimpi yang belum tersentuh, tentang hidup yang kadang terasa tak adil, tentang masa depan yang penuh ketidakpastian.

Sementara itu, di hati Indra, perasaan yang semula samar mulai tumbuh jelas. Setiap kali dia bertemu dengan Nindi, jantungnya berdetak lebih cepat. Setiap tawa yang Nindi keluarkan terasa seperti dentingan melodi yang menenangkan. Di dalam dirinya, Indra tahu, dia jatuh cinta.

=============== Apakah Memang Dia? ===============

Malam itu ketika Indra dan Bayu duduk di meja kafe yang sama, Indra berkata pelan, "Aku belum pernah merasa seperti ini sebelumnya."

"Indra, apa yang baru kamu katakan," tanya Bayu sambil menatap Indra. Bayu tertawa, tapi Indra bisa menangkap ada sedikit kegelisahan di dalamnya. "Kau yakin, Dra? Maksudku... kalian baru kenal beberapa bulan"

"Tapi rasanya seperti lebih lama dari itu," jawab Indra penuh keyakinan. "Dia berbeda, Bay. Setiap kali aku berbicara dengannya, rasanya seperti kita ada ikatan yang tak bisa aku jelaskan. Aku tahu ini gila, tapi aku merasa kita bisa benar-benar jadi sesuatu yang lebih."

Bayu menatapnya dengan pandangan yang sulit diterjemahkan, namun hanya berkata, "Kalau kamu yakin, jangan sia-siakan kesempatan itu."

Indra tersenyum kecil mendengar kata-kata Bayu, tapi ia tahu ada sesuatu yang tertahan di balik suara sahabatnya. "Kamu kenapa, Bay? Sepertinya kamu tidak setuju," tanya Indra, mencoba memancing kejujuran Bayu.

Bayu menggeleng, lalu mengaduk kopinya tanpa melihat Indra. "Bukan begitu, Dra. Aku cuma... aku cuma tidak ingin kamu terluka. Kamu tahu, kan? Kadang kita terlalu cepat merasa yakin pada seseorang, tapi kenyataan bisa berbeda."

Indra menghela napas panjang. "Aku paham, Bay. Tapi aku juga tak mau terus-terusan menahan diri hanya karena takut terluka. Kadang, kita harus berani mengambil risiko."

Bayu menatap Indra kali ini, lebih dalam, seperti ingin memastikan niatnya. "Kalau memang itu keputusanmu, aku cuma berharap dia tahu seberapa seriusnya kamu. Jangan biarkan perasaanmu terabaikan, Dra."

"Dia berbeda, Bay" ulang Indra lagi, lebih tegas. "Aku tahu aku belum sepenuhnya mengenalnya, tapi aku yakin ini lebih dari sekadar rasa suka biasa."

Bayu tersenyum tipis, tapi matanya sedikit meredup. "Kalau begitu, semoga dia juga melihatmu seperti kamu melihatnya."

Hening sejenak menyelimuti mereka. Suara gelas-gelas yang berdenting di meja-meja lain menjadi latar belakang percakapan yang mulai menggantung.

"Aku harap kamu benar, Bay," kata Indra akhirnya. "Aku harap dia juga merasa hal yang sama."

Bayu menyandarkan tubuhnya ke kursi, tangannya memegang cangkir kopi yang isiannya kini hampir habis. Ia menatap Indra, mencoba mencari kata-kata yang tepat untuk meredakan kekhawatirannya sendiri. "Dra, aku tidak mau jadi orang yang membuatmu ragu. Jika kamu benar-benar yakin, ya lanjutkan saja. Tapi, aku kenal kamu, kamu tipe orang yang gampang kebawa perasaan. Aku cuma tak mau kamu terluka kalau ini ternyata tak seperti yang kamu harapkan."

Indra tersenyum kecil, lalu mengusap lehernya. "Aku tahu, Bay. Aku tahu aku ini terlalu sering cepat jatuh. Tapi kali ini beda. Dia tak seperti orang lain. Ketika aku dengar dia cerita, aku merasa seperti... seperti aku ingin menjadi bagian dari hidupnya. Aku ingin ada di sana untuk dia. Itu perasaan yang sangat aneh, bukan?"

Bayu tidak langsung menjawab. Matanya menatap kosong cangkir kopi yang dipegangnya, seperti sedang menyusun pikirannya. Setelah beberapa saat, ia berkata, "Bukan aneh, Dra. Mungkin kamu memang benar-benar jatuh cinta kali ini. Tapi cinta itu tidak cuma soal perasaan. Kamu harus siap dengan semua konsekuensinya. Siap untuk diterima, tapi juga siap kalau ternyata dia tak punya perasaan yang sama."

Jawaban Bayu membuat Indra terdiam sejenak, ia menatap Bayu dengan sorot mata yang sedikit terguncang. "Jadi menurutmu, aku tak punya peluang?" tanyanya pelan.

"Bukan itu maksudku," sahut Bayu cepat sambil menggelengkan kepala. "Aku cuma ingin kamu realistis. Jangan terbang terlalu tinggi tanpa tahu apakah dia siap menangkapmu. Kamu baru kenal dia beberapa bulan. Apa kamu yakin dia merasakan hal yang sama?"

Indra menghela napas panjang, tatapannya tertuju ke luar jendela kafe yang memperlihatkan jalanan yang mulai lengang. "Aku tak tahu, Bay," ujarnya dengan suara lirih. Tapi aku merasa... kalau aku tak mencoba, aku akan menyesal seumur hidup. Aku tak mau terus bertanya-tanya 'bagaimana kalau.'"

Bayu mengangguk pelan, mengerti maksud Indra. "Baiklah, kalau begitu. Apa langkahmu selanjutnya?"

"Aku mau mengatakan kepadanya," jawab Indra mantap. "Aku mau dia tahu perasaanku. Aku tak peduli kalau hasilnya mungkin tak seperti yang aku harapkan. Yang penting, aku sudah jujur."

"Wah, langsung serius, nih?" goda Bayu, mencoba mencairkan suasana. Tapi di balik nada bercandanya, ia tetap terlihat khawatir.

Indra tersenyum, meski matanya menunjukkan ketegangan. "Iya. Aku tak mau menunda lagi. Aku akan bicara padanya besok."

Bayu mengangguk lagi, kali ini lebih meyakinkan. "Kalau itu keputusanmu, aku dukung kamu. Tapi jangan lupa, apapun yang terjadi, aku tetap ada di sini buat kamu."

"Terima kasih, Bay" ucap Indra tulus. Ia menepuk bahu temannya dengan lembut. "Aku tak tahu gimana jadinya kalau tidak ada kamu."

Bayu hanya tersenyum, tapi senyumnya terasa samar. "Aku juga tidak tahu, Dra. Mungkin kamu tak sadar, tapi aku juga belajar banyak darimu."

Keduanya terdiam lagi, namun kali ini heningnya terasa hangat. Di luar, lampu-lampu kota mulai memudar seiring bertambah larutnya malam. Mereka akhirnya beranjak pergi dari kafe, masing-masing tenggelam dalam pikirannya sendiri. Indra dengan tekadnya untuk memperjuangkan perasaannya, dan Bayu dengan rahasia kecil di dalam hatinya yang hanya ia sendiri yang tahu.

=============== Rasa Yang Telah Terbunuh ===============

Siang hari di sebuah warung tenda di jam istirahat kantor, saat Indra sedang menunggu makanan pesanannya, ia mengeluarkan ponsel dari saku celananya dan mengetik pesan, "Apa kamu sibuk sore ini? Aku ingin bicara sesuatu. Bila tidak sibuk kita ketemu di taman yang biasa?", lalu mengirimkannya.

Pesan itu terkirim. Indra menatap layar ponselnya sambil menggigit bibir. Waktu terasa berjalan lambat sampai akhirnya notifikasi muncul. Jawaban dari orang yang kini mengisi pikirannya.

"Boleh, selepas jam kerja. Aku tunggu di sana."

Indra menghela napas lega, meskipun jantungnya masih berdetak lebih cepat dari biasanya.

Sementara itu, Bayu sedang berada di tempat kerjanya, namun pikirannya tak bisa berkonsentrasi pada pekerjaannya. Percakapan semalam dengan Indra terus membayangi. Ada sesuatu yang membuat hatinya sesak, tetapi ia mencoba menepisnya. Ia tahu, sebagai sahabat, yang harus ia lakukan hanyalah mendukung Indra, bahkan jika itu berarti mengabaikan apa yang ia rasakan selama ini.

Jam menunjukkan pukul lima lebih lima belas menit ketika Indra tiba di taman. Ia melihat Nindi duduk di bangku kayu di bawah pohon besar tempat biasa mereka duduk. Wajahnya terlihat cerah seperti biasa, dengan senyum yang selalu berhasil membuat Indra lupa akan segala hal di sekitarnya.

"Hai, maaf lama menunggunya," kata Indra sambil duduk di sampingnya.

"Tidak kok, aku juga baru datang," jawabnya ringan.

Suasana sore itu begitu tenang. Cahaya matahari mulai meredup, menyisakan semburat jingga di langit. Setelah beberapa saat hening, Indra memberanikan diri untuk memulai pembicaraan. Indra merasa ini adalah moment yang tepat untuk mengungkapkan perasaannya.

"Nindi, sebenarnya ada sesuatu yang sudah lama ingin aku katakan padamu," ujar Indra, suaranya sedikit bergetar.

Nindi menatap Indra dengan tatapan bertanya. "Apa itu, Dra?"

Indra menarik napas dalam-dalam, mengumpulkan keberaniannya. Ia menatap ke depan, mencoba mencari kata-kata yang tepat. "Aku tahu kita belum begitu lama kenal. Tapi selama ini, setiap kali kita ngobrol atau ketemu, aku selalu merasa... nyaman. Seperti aku bisa jadi diriku sendiri. Dan aku tidak tahu apakah kamu merasakan hal yang sama, tapi aku tak mau lagi menahan ini. Aku... aku ingin jujur sama kamu. Sudah lama aku menyimpan perasaan ini, dan aku rasa ini saatnya aku mengatakan padamu. Aku menyukaimu, lebih dari seorang teman."

Hening menyelimuti taman, Nindi terdiam, matanya menatap ke arah lain dengan ekspresi yang sulit diartikan. Indra menahan napas. Jantungnya berdebar menanti jawaban Nindi yang ia rasakan begitu lama. Setelah beberapa saat, Nindi pun tersenyum.




Bersambung


=============== Dia Yang Kusayang ===============

Komentar

  1. ihhh lagi seru-serunya baca ehhh bersambung.. wkwk 😂
    btw, ini si Bayu sosoknya putis banget ya. Peduli sma si Indra .. Besstt Friend brrti...

    Cuss mas kapan Part 2 nyaa.... ? hoho

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sepertinya begitu, si Bayu memang puitis dan best friend.. hihihi

      Hapus
  2. duh mana part 2 mana. Seperti apa jawaban Nindi ya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Santai, Bang. Part 2-nya masih disusun kata demi ksta..hihihi

      Hapus
  3. Sepertinya Bayu juga punya hati sama Nindi atau barangkali jangan-jangan Nindi itu pacarnya Bayu...
    Jadi pesansaran nih nunggu lanjutan ceritanya Mas.

    Salam,

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mungkin juga tapi entahlah.. wkwkwk. Lanjutannya masih dalam proses, Pak.

      Hapus
    2. gw jua berpikiran sama nihbsama mas titik asa, mungkin bayu malah ufah pacaran sama nindi :D, part 2 nya nanti persahabatan mereka hancur gara2 cwe 🤣

      Hapus
    3. Ngga juga, awalnya mungkin Bayu dan Indra bersitegang gara-gara cewek, tapi akhirnya bisa akur lagi karena ternyata Nindi sudah dijodohkan sama khanif oleh orang tuanya di kampung.😁

      Hapus
    4. dan ternyata nindi tidak mau di jodohkan, dia lebih memilh berkarir dulu sebelum menikah, hingga ahirnya nindi bertemu agus, seorang duda keren dan ahirnya jatuh cinta, tapi agus menolak cinta nindi, karna buat agus nindi cuma di anggap sebagai adek, nindi patah hati dan ahirnya bunuh diri, arwahnya gentayangan menerror agus karna pernah disakiti, agus pun tidak tahan dengan terror hantu nindi, dan ahirnya agus ikut bunuh diri, tamat

      Hapus
    5. Udah itu si Agus puyeng karena di tolak Nindi..terus agusnya muter-muter dan akhirnya kejedot tiang listrik 😆

      Hapus
    6. oh jadi hantu yang ke jedot tiang liatrik kemaren hantu agus ya, pantesan aja 🤣

      Hapus
    7. Lha kok jadi begini ya..wkwkwk

      Hapus
    8. Namanya nyumbang ide untuk part 2.😁

      Hapus
    9. Yang punya cerita tambah referensi apa tambah mumet ya 😁

      Hapus
    10. Kalo mumet tinggal jedotin kepala ke tiang listrik, biar tambah mumet.😁

      Hapus
  4. Kayaknya kemaren aku udah baca bagian ngisore kui loh mas her, udah ada kata Tamat, belum dibikin cerbung, tapi formatnya cerpen. Dan udah tau juga jawaban nindi ke indranya kayak apa wkwkkw...akhirnya didraftin lagi...dibuat bersambungan. Oiya yang di tengah itu kenapa ada zia...apa ada salah nuliskah? kemaren sempet juga liat reyhan juga di bagian tengah wkwkwk

    BalasHapus
    Balasan
    1. Awalnya memang pakai nama Reihan dan Zia serta Dika.. wkwkwk lalu diedit ganti nama eh ternyata si Zia masih nongol.. wkwkwk. Tulisan awal dibikin tamat karena buntu bikin endingnya, akhirnya dipenggal dan dipublikasikan separuh tapi pas dicek ulang ternyata masih banyak kesalahan penulisan nama jadi didraft lagi, diedit ulang dan dipenggal lagi dan dibuat bersambung karena sayang sama sisa tulisannya..hihihi

      Hapus
  5. Bayu sepertinya suka sama Nindi juga, cuma ngga enak sama Indra karena sudah menyatakan cinta duluan. Sepertinya akan jadi cinta segitiga nih.😅

    BalasHapus
    Balasan
    1. cinta segi empat mas, karna nanti ada karakter baru yang namanya agus yang jatuh cinta sama nindi 🤣

      Hapus
    2. Si Agus kayaknya mah teman lama ...pas ketemu mereka bilangnya..pinjam duit 100, biar hubungan enggak putus 😆

      Hapus
    3. Tolong jangan buka kartu mbak.😂

      Hapus
  6. Wah, yang ngebacanya juga berdebar-debar nungguin jawaban Nindi.
    Buruan ya part 2 nya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Santai, dikit lagi keluar part 2-nya..hihihi

      Hapus
    2. Tenang, besok sudah keluar part tiga nya sekalian.😁

      Hapus
    3. Udah ada tuh lanjutannya..hihihi

      Hapus
  7. Walah..lagi seriusan baca.. taunya bersambung🥴...kayaknya si Bayu apa ada something juga sama si Nindi kah ?...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bukan kayaknya, memang iya.😅

      Hapus
    2. Sumpah ngakak baca komen"nya yg sambung menyambung😁

      Hapus
    3. Padahal ceritanya serius ya, tapi malah komentar nya pada eror.🤣

      Hapus
  8. wah jadi penasaran saja nih
    kira kira makna dari senyuman itu apa ya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Itu sudah ada kelanjutannya, silakan dibaca..hihihi

      Hapus

Posting Komentar

Post Yang Paling Banyak Dibaca

Beranjak Dari Luka - Cerpen

Sepenggal Kisah Dunia Maya (#3) - Cerbung

Jejak Hati Di Minimarket - Cerpen

Ancaman Yang Bikin Tersenyum - Cerpen